Menjaga Tradisi Ramadhan, Memupuk Toleransi

Hubungan sosial kemasyarakatan di Maluku yang merupakan budaya lokal seperti inilah yang tetap memupuk tali silaturahim antarumat  beragama di Maluku, dan dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat Indonesia.

 

NERACA

 

Harmonisnya hubungan antara sesama warga dari berbagai desa atau kampung dengan latar belakang agama yang berbeda di Provinsi Maluku memang tidak bisa dipungkiri dan sudah lama terjalin.

Hubungan emosional ini memang sudah ada sejak jaman dahulu secara alamiah dan dipegang teguh para leluhur dan dipertahankan dari generasi ke generasi, hingga menjadi sebuah budaya yang mampu merekatkan tali persaudaraan antarsesama umat beragama.

Tradisi ini bukan saja diwujudkan dalam kegiatan adat istiadat seperti kegiatan panas pela, tetapi juga menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan seperti bulan suci Ramadhan.

Yang tidak kalah menarik juga dari kehidupan antarsesama umat beragama di Maluku adalah masohi atau gotong royong membangun rumah ibadah baik masjid atau pun gereja secara bersama-sama antara warga beragama Islam dengan Kristen dari desa berbeda yang punya ikatan hubungan Pela.

Hubungan sosial kemasyarakatan di Maluku yang merupakan budaya lokal seperti inilah yang tetap memupuk tali silaturahim antarumat  beragama di Maluku, dan dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat Indonesia.

Adalah penduduk Negeri Tial, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah yang beragama Islam tetapi memiliki hubungan 'Pela' dengan desa-desa Kristen di Pulau Ambon, Pulau Lease, dan Pulau Seram. "Tial memiliki hubungan persaudaraan Pela dengan Desa Amahusu dan Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, Desa Hulaiu, Kecamatan Haruku, Desa Paperu (Pulau Saparua), Desa sila dan Leinitu, Kecamatan Nusalaut (Malteng) yang beragama Kristen," kata tokoh masyarakat Negeri Tial, Idrus Tauhay.

Desa berpenduduk Muslim lainnya yang memiliki hubungan Pela dengan Tial adalah Tengatenga (Pulau Ambon) dan Desa Laimu, Kecamatan Tehoru di Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah. "Biasanya tradisi membersihkan masjid juga setiap tahun dijalankan, namun untuk kali ini Masjid Baitul Rahman Tial sementara diibangun karena kondisi bangunan yang lama sudah tidak bisa dipergunakan lagi," kata Idrus yang juga ketua panitia pembangunan Masjid Baiturrahman Tial.

Saat dilakukan pengecoran lantai dua masjid kemarin, hadir juga saudara-saudara beragama Nasrani dari Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe (Kota Ambon) untuk ikut kerja yang jumlahnya sekitar seratusan orang.

Warga Amahusu menyarankan pekerjaannya pengecoran lantai masjid sebaiknya dilakukan pada hari libur agar yang datang lebih banyak lagi. "Kebetulan kami mengejar bulan puasa jadi harus ada sedikit waktu untuk istirahat," kata Idrus yang juga mantan Ketua KPU Maluku ini.

Untuk pengecoran masjid nantinya masih ada satu lantai paling atas untuk dijadikan tempat memasang kubah Masjid Baiturrahman dan panitia berencana akan mengundang saudara pela mereka dari desa lain. "Saat pengecoran masjid juga ada puluhan anggota TNI dari Rindam XVI/Pattiumra yang datang membantu pengecoran, termasuk ada satu keluarga di Amahusu yang datang dari Belanda," katanya.

Masjid Baiturrahman dibangun sejak tahun 1968 ini sudah dalam kondisi tidak bisa digunakan sesuai hasil pemeriksaan tim ahli dari Dinas PU PR Maluku sehingga sekarang dibangun baru berukuran 21,5 x 26 meter. "Kami akan beristirahat untuk sementara waktu karena masih menunggu hasil sidang Isbat untuk menentukan waktu pelaksanaan ibadah puasa oleh pemerintah," ujarnya.

Idrus menjelaskan, menyambut pelaksanaan ibadah puasa hari pertama atau disebut orang Ambon sebagai 'Kepala Puasa' biasanya ada tradisi masyarakat Tial membersihkan masjid, mengunjungi makam keluarga, membersihkan rumah dan pekarangan, hingga kumpul keluarga. "Tradisi jelang puasa di Tial, sebetulnya kegiatan masyarakat selama ini bersih-bersih rumah, pekarangan, masjid, dan ziarah ke makam," katanya.

Jadi biasanya tradisi jelang puasa hari pertama atau disebut 'Kepala Puasa' itu bersih-bersih rumah dan pekarangan, kunjungan silaturahmi keluarga seperti anak-anak mengunjungi orang tua.

Sehingga saat kepala puasa, anak cucu yang dekat bisa datang bersama keluarga dengan orang tua makan saur kepala puasa secara bersama.

Salah satu pemuda Tial, Iskandar Tuhaera menuturkan, biasanya anak-anak remaja masjid dan karang taruna juga melakukan aktivitas main musik tradisional dan bernyanyi keliling kampung.

Alat musik yang selalu dipakai berupa rebana, tamtam, dan rincus yang digunakan untuk mengiringi lagu dan dimulai dari kepala puasa dan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depannya. "Karena Masjid Baiturrahman sementara dibangun baru, jadi kami tidak bisa melakukan kegiatan bersih-bersih masjid jelang kepala puasa dan hanya membersihkan rumah dan pekarangan hingga makam keluarga," ujarnya.

 

Puasa awal

 

Tidak semua kampung yang penduduknya beragama Islam di Maluku menyambut datangnya bulan penuh rahmat ini dengan melaksanakan ibadah puasa secara bersamaan, namun ada beberapa desa yang sudah melakukannya lebih awal.

Untuk wilayah Kecamatan Salahutu misalnya, masyarakat Desa Tengatenga mulai memasuki kepala puasa pada Jumat, (3/5) dan sama dengan Desa Wakal, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon), atau pun Desa Waputih (Pulau Seram), dan Sirisori Islam (Pulau Saparua), dan Desa Kabau (Pulau Haruku) di Kabupaten Maluku Tengah.

Imam Masjid Nurul Awal Desa Wakal, Kasim Tahapary menjelaskan, tradisi masyarakat melakukan ibadah puasa lebih awal berdasarkan penghitungan hari dan penentuan sesuai hisab yang dijalankan sejak leluhur dengan memakai huruf hijaiyah.

"Makanya sejak Jumat, (3/5) kemarin, seluruh jamaah di desa telah melaksanakan shalat taraweh perdana menyambut kepala puasa setelah berlangsungnya shalat isya berjamaah di masjid," ujar imam masjid.

Dia menjelaskan, shalat taraweh perdana ini dilaksanakan sebanyak 20 rakaat dan ditambah lagi tiga rakaat untuk shalat witir.

Tradisi khusus masyarakat menyambut kepala puasa di Desa Wakal juga tidak jauh berbeda dengan desa Tial misalnya, hanya berupa pembersihan masjid, rumah dan pekarangan, mengunjungi makam keluarga, sedangkan para ibu-ibu rumah tangga sibuk menyiapkan aneka hidangan pembuka saat kepala puasa.

Selama berlangsung satu bulan penuh ampunan dan rahmat ini, jamaah menggunakan waktunya lebih banyak untuk beribadah penuh baik di rumah maupun masjid, ada yang bersedekah, dan tujuannya hanya satu yakni mendapat pahala semata. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…