Daya Saing Industri Terus Diperkuat Lewat Insentif Fiskal

 

NERACA

Jakarta – Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kementerian Perindustrian telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). “Namun demikian, upaya-upaya untuk peningkatan daya saing industri tersebut, tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia industri,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, disalin dari keterangan resmi Kemenperin.

Untuk itu, industri manufaktur perlu aktif terlibat dalam program pengembangan pendidikan vokasi industri melalui pembinaan dan pengembangan SMK yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha industri atau program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.

“Sebagai daya tarik bagi industri, pemerintah saat ini sedang menyiapkan insentif bagi perusahaan industri yang berperan aktif dalam pengembangan pendidikan vokasi, berupa super deductible tax, yaitu pengurangan penghasilan bruto sebesar 200% dari biaya yang dikeluarkan perusahaan,” imbuhnya. Diharapkan pada semester pertama tahun ini, kebijakan insentif tersebut diterbitkan.

Selain insentif fiskal, Kemenperin juga menyediakan insentif nonfiskal berupa penyediaan tenaga kerja kompeten melalui Diklat sistem 3 in 1 dan Program Diploma I Industri, bagi perusahaan yang terlibat dalam program pendidikan vokasi industri ini.

Di samping itu, pemerintah berkomitmen merevitalisasi industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan Making Indonesia 4.0, sebagai upaya dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional. Dalam program Making Indonesia 4.0, pemerintah telah menetapkan lima industri prioritas yang akan menjadi fokus implementasi, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika.

“Kelima sektor tersebut memiliki dampak ekonomi dan kriteria kelayakan implementasi yang mencakup ukuran PDB, perdagangan, potensi dampak terhadap industri lain, besaran investasi dan kecepatan penetrasi pasar,” jelasnya.

Menperin menegaskan, penerapan industri 4.0 merupakan upaya untuk melakukan otomatisasi dan digitalisasi pada proses produksi, dengan ditandai meningkatnya konektivitas, interaksi, serta batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Implementasi industri 4.0 akan mendorong peningkatan investasi oleh perusahaan, terutama yang terkait dengan penggunaan teknologi pendukung seperti Internet of Things (IoT).

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku optimistis akan terjadi peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri manufaktur seusai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019. Dengan mengimplementasikan peta jalan Making Indonesia 4.0, selain diproyeksi industri dapat tumbuh optimal.

“Setelah Pemilu 2019 akan banyak proyek prioritas yang akan segera berjalan, termasuk beberapa proyek prioritas seperti di industri petrokimia. Selain itu, finalisasi peraturan mengenai mobil listrik dan pemberian insentif bagi industri,” kata Menperin di Jakarta, sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Airlangga menerangkan, tren pertumbuhan industri seusai pemilu akan terjadi, karena Indonesia adalah negara yang paling matang dalam penerapan sistem demokrasinya. Demokrasi yang matang menjadi modal pemerintah dalam menarik investasi dari luar negeri. “Optimisme pembangunan yang digaungkan pemerintah saat ini juga penting untuk menarik investasi. Semua sektor industri akan running setelah Pilpres dan Pileg," paparnya.

Menperin juga meyakini, kondisi ekonomi, politik, dan keamanan di Indonesia masih tetap stabil dan kondusif. Sehingga akan mendukung berjalannya aktivitas usaha atau perindustrian semakin agresif. “Apalagi, beberapa kebijakan baru akan diluncurkan untuk memudahkan pelaku industri berusaha di Indonesia dan melanjutkan kembali yang sedang terlaksana dengan baik,” tegasnya.

Sebelumnya pada rapat terbatas Presiden Joko Widodo dengan sejumlah menteri Kabinet Kerja, disebutkan bahwa Arab Saudi akan berinvestasi di sektor industri petrokomia senilai USD6 miliar atau setara Rp84,31 triliun. Rencana investasi ini telah dibicarakan oleh Presiden Jokowi dan pihak kerajaan Arab Saudi, saat presiden melakukan kunjungan ke Negara Minyak tersebut, beberapa waktu lalu.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…