Perlonggar Likuiditas, Jika Ingin Memacu Pertumbuhan

Oleh: Piter Abdullah R, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia

Untuk pembenahan sektor manufaktur, kuncinya adalah bagaimana bisa mensinergikan peran antar sektor. Memperbaiki sektor manufaktur, tidak bisa hanya sekadar bicara sektor manufaktur. Kita juga harus mengkaji tentang fiskal, karena fiskal yang akan membangun infrastrukturnya. Lagipula, fiskal juga membicarakan tentang defisit. Jika bicara defisit, berarti berbicara tentang utang. Nah, kalau bicara tentang utang, maka kita berbicara tentang bunga. Jika masuk perkara bunga, maka kita harus bicara tentang moneter.

Hal itu semua selama ini tidak pernah didudukkan jadi satu. Rangkumannya seperti apa. Kalau misalnya Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga maka siapa  yang menderita. Padahal itu menjadi persoalan Kementerian Keuangan karena berarti beban SBN nya menjadi naik.

Hal itu yang dimaksud, bagaimana mendudukkannya menjadi satu grand strategy yang holistik, yang saling mengkaitkan semuanya.

Sekarang pengaruhnya pada investasi di triwulan I/2019. BI selalu membantah adanya pengetatan likuiditas tetapi ekses likuiditas. Padahal pengetatan itu bisa dibuktikan dengan data. Jika suku bunga tinggi, secara teori bisa disebutkan bahwa sedang ada pengetatan likuiditas. M2 indikator kita juga hanya dibawah 40 persen atau sekitar 39 persen. Dan itu juga didukung dengan credit to GDP gaps kita yang juga sekitar di bawah 40 persen. Artinya, proses penciptaan uang sangat terhambat.

Dengan likuiditas yang terbatas, kita sangat kesulitan berharap untuk bisa mendorong laju investasi. Kalau investasi dan kredit juga terhambat maka itu akan mempengaruhi konsumsi. Kalau kredit lancar maka konsumsi juga lancar untuk masyarakat membeli rumah, mobil dan sebagainya. Artinya, dua mesin utama penggerak pembangunan kita tidak bergerak. Kita akan sangat sulit memacu pertumbuhan ekonomi kita selama kondisi sektor keuangan kita masih unliquid dengan suku bunga yang begitu besar. Atau menimbulkan high cost economy.

Rencana pemisahan Dirjen Pajak yang hendak dipisahkan dari Kementerian Keuangan, itu selintas bisa meningkatkan pendapatan pajak, tetapi tidak akan signifikan. Karena itu hanya merubah organisasi. Tetapi uangnya tetap, sedang pajak berbicara masalah uang. Sementara kita ketahui uang kita amat terbatas. Selama uang kita terbatas maka transaksi ekonomi kita juga terbatas. Dan pengaruhnya bagi pajak juga akan terbatas.

Oleh karenanya, suku bunga sekarang menjadi inti masalah kita. Dengan sukubunga yang lebih baik dan likuiditas yang longgar maka transaksi akan meningkat. Konsumsi juga meningkat, dan juga demand. Dorongan untuk investasi juga ikut meningkat. Ujungnya penerimaan pajak juga naik.

Ekonomi itu berputar, dan tugas kita adalah mempercepat perputarannya. Percepatan perputaran sangat dipengaruhi oleh likuiditas. Likuiditas adalah “oli” nya mesin pertumbuhan.

Pajak memang perlu didorong memisahkan diri agar bisa menjadi lebih baik dan profesional, dan kalau sudah dipisahkan, tentunya tuntutan target pajak juga harus lebih besar. Tetapi diyakini tidak akan terjadi lompatan lebih besar dalam konteks penerimaan pajak, selama kondisi perekonomian kita masih sangat kering likuiditas.

Yang harus jadi perhatian kalau ingin memperbaiki CAD adalah harus memperbaiki struktur ekonomi. Hal itu mutlak harus dilakukan. Kalau dilihat dari empat komponen CAD yakni neraca barang, neraca jasa, neraca pendapatan primer dan neraca pendapatan sekunder. Ke empatnya itu yang seharusnya diperbaiki. Surplus sekarang hanya pada neraca pendapatan sekunder kaitannya dengan pendapatan TKI, kemudian di neraca pendapatan barang yang tahun 2018 berbalik menjadi defisit begitu besar, sehingga otomatis pada 2018 kita hanya suplus di neraca pendapatan sekunder.

Itulah yang harus diperbaiki. Neraca pendapatan barang hanya kita bisa pertahankan surplusnya kalau kita memperbaiki struktur industri kita. Kita memang sudah terlalu lama meninggalkan industri. Hanya bergantung pada produk-produk komoditas tambang, dan kebun yang di negara maju tidak ada yang bergantung pada dua hal itu. Negara maju pasti bersandar pada produk-produk manufaktur. 10 perusahaan besar di dunia adalah perusahaan manufaktur. Tidak ada perusahaan mining. Itu dulu pada zaman merkantilisme.

Kalau mau membangun maka harus dibangun industri manufaktur, dari sana baru bisa berangkat ke industri jasa.

Selama ini belum terlihat sama sekali upaya merevitalisasi kembali industri manufaktur. Yang dibangun baru infrastruktur. Tapi suatu bentuk kebijakan yang mendorong industri belum terlihat. Kebijakan industri tidak bisa hanya melihat dari Kementerian Perindustrian saja. Harus juga disupport oleh banyak sekali kebijakan lain. Sekarang, kebijakan industri kita kadang tidak disupport oleh kebijakan di kementerian lain. Misalnya, kebijakan industri manufaktur tidak didorong oleh kebijakan perdagangan internasional. Karena kebijakan perdagangan internasional terkait misalnya dengan membebaskan impor.

Membebaskan impor, tentu berpengaruh terhadap industri kita. Atau membatasi impor, padahal impornya dibutuhkan untuk bahan baku industri manufaktur. Contoh ketidaksinkronan kebijakan ini yang kiranya belum selesai dibereskan selama empat tahun terakhir. Sementara kebijakan B20 dan Pariwisata, keduanya belum menunjukkan efektivitasnya. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…