Reforma Agraria Belum Mampu Selesaikan Konflik Lapangan

Reforma Agraria Belum Mampu Selesaikan Konflik Lapangan

NERACA

Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menilai selama empat tahun berjalan, reforma agraria di bawah Pemerintahan Jokowi-JK belum mampu menyelesaikan konflik agraria di lapangan salah satunya izin konsesi skala besar terhadap perusahaan.

Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan bahwa reforma agraria yang dilakukan pemerintah masih sebatas sertifikasi tanah yang tidak bermasalah atau "clean and clear". Sertifikasi ini memang penting sebagai kekuatan hukum, namun sertifikasi sudah menjadi hak bagi warga negara yang sudah memiliki tanah."Sertifikasi bagi kami hanya termasuk belanja layanan administrasi biasa, yang memang diperlukan masyarakat tetapi belum menyelesaikan esensi, seperti ketimpangan lahan dan keadilan agraria," kata Alamsyah di Kantor Ombudsman RI Jakarta, dikutip dari Antara, kemarin.

Ada pun Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria pada September 2018. Perpres tersebut mengatur penyelenggaraan reforma agraria dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah terhadap Tanah Objek Reforma Agraria melalui perencanaan dan pelaksanaan reforma agraria. Namun demikian, reforma agraria belum memberikan keadilan bagi mayoritas penduduk, seperti petani, nelatan, masyarakat adat yang mengalami konflik agraria.

Penyebab utama tingginya angka konflik agraria disebabkan pemberian izin-izin konsesi skala besar tersebut kepada perusahan-perusahaan negara maupun swasta. Sayangnya konsesi tersebut berada di atas lahan-lahan garapan masyarakat, ladang, pemukiman, hingga desa-desa yang telah berstatus definitif. Izin tersebut diberikan pemerintahan masa sebelumnya maupun pemerintahan saat ini. 

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pun melaporkan tinjauan evaluasi kebijakan reforma agraria di bawah Pemerintahan Jokowi ke Ombudsman RI. KPA mencatat dalam satu dekade pemerintahan SBY dan 4 tahun pemerintahan Jokowi, konflik agraria di wilayah perkebunan hampir selalu menduduki tempat pertama.

Periode 2015-2018, KPA mencatat sedikitnya telah terjadi 1.771 konflik agraria di Indonesia. Sebanyak 642 letusan konflik terjadi di sektor perkebunan yang melibatkan HGU-HGU perusahaan negara dan swasta. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintahan menjalankan reforma agraria dengan cara yang kurang tepat. Implikasi langsung dari pelaksanaan reforma agraria seharusnya adalah adanya penyelesaian konflik agraria secara langsung di lapangan dan menurunnya letusan konflik yang terjadi.

"Reforma agraria seharusnya diprioritaskan bagi petani, nelayan tradisional, masyarakat adat yang selama ini mengalami ketidakadilan dan konflik berkepanjangan," kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika.

Bentuk Badan Otoritas Reforma Agraria

Kemudian Ombudsman Republik Indonesia dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta agar pemerintah membentuk Badan Otoritas Reforma Agraria (BORA) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penuh terhadap kebijakan reforma agraria.

Dalam audiensi bersama Ombudsman, KPA menilai bahwa Presiden harus segera membentuk Badan Otoritas Reforma Agraria sebagai konsesus nasional yang bersifat sementara atau "ad-hoc", melibatkan antarsektor lembaga dan kredibel untuk mengoptimalkan reforma agraria, khususnya terkait redistribusi tanah dan penyelesaian konflik pertanahan."Lembaga ini harus kredibel dan langsung dipimpin oleh Presiden sendiri. Dengan kewenangannya, masalah-masalah lintas sektoral bisa diambil keputusannya," kata Dewi. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…