PENURUNAN PREDIKSI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL - Prasetyantoko: Berdampak Negatif bagi Indonesia

Jakarta-Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko menilai, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh The International Monetary Fund (IMF) menjadi 3,3% dari sebelumnya 3,5% akan berdampak negatif bagi Indonesia. Prediksi penurunan IMF tersebut merupakan yang ke-4 kalinya dari perkiraan awal Juli 2018 (3,9%), Oktober 2018 (3,7%), Januari 2019 (3,5%) dan April 2019 (3,3%). Ini akan menjadi tantangan bagi pemimpin Indonesia di masa yang akan datang.

NERACA

"Jadi memang siapapun yang terpilih, Presiden menghadapi fakta yang tidak selalu enak. Dari sisi makroekonomi, domestik, dan global itu suram. Misalnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF diturunin lagi 3,5% jadi 3,3%. Itu menandakan ekonomi dunia menyusut dan punya impact negatif bagi Indonesia," ujar Agustinus di Jakarta, Rabu (10/4).

Menurut dia, tantangan ekonomi global ini bukan sesuatu yang mudah untuk dilalui. Sebab, bersamaan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi, iklim investasi dan bisnis juga akan turut lesu dari sebelumnya. Hal ini pun sudah diprediksi oleh berbagai pihak. "Tantangannya tidak sederhana. Ditambah iklim bisnis dan industri. Survey Jetro, salah satu perusahaan Jepang prospek bisnis di kawasan Asia menurun dan Indonesia turun signifikan daripada negara lain," ujarnya.

Pelaku usaha, menurut Agustinus, akan menahan diri dengan adanya beberapa isu krusial yang dianggap kurang menguntungkan bagi pengusaha. "Misal isu perpajakan, buruh, kenaikan upah, ini risiko yang dipandang pelaku usaha tidak membuat bisnis berkembang pesat," katanya.

Untuk itu, Agustinus menyimpulkan, ke depan bisnis dan industri tidak akan tumbuh tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah pun diminta agar menyiapkan strategi untuk membuat bisnis di Indonesia terus bergairah. "Secara umum bisnis tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Padahal kita mau ekonomi tumbuh maksimal dari yang sekarang dan dunia usaha berkembang pesat. Karena tidak mungkin pertumbuhan ekonomi tinggi kalau bisnis tidak maju," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Sebelumnya IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan global untuk 2019 menjadi 3,3% dalam laporan World Economic Outlook (WEO) yang baru dirilis pada Selasa (9/4), turun 0,2 % dari estimasi pada Januari lalu di 3,5%. Prediksi lembaga internasional itu juga turun dari perkiraan awal Juli 2018 di kisaran 3,9% dan 3,7% pada Oktober 2018.

Menurut IMF, ekonomi dunia menghadapi risiko-risiko penurunan yang disebabkan oleh ketidakpastian potensial dalam ketegangan perdagangan global yang sedang berlangsung, serta faktor-faktor spesifik negara dan sektor lainnya.

Proyeksi 3,3% untuk 2019 adalah 0,3% di bawah angka 2018, dan diharapkan tumbuh kembali menjadi 3,6% pada 2020. Proyeksi laju pertumbuhan negara-negara maju adalah 1,8% untuk 2019 dan 1,7% untuk 2020, keduanya di bawah tingkat dua persen-plus yang tercatat dalam dua tahun sebelumnya, menurut laporan lembaga internasional itu.

Menanggapi penurunan prediksi IMF tersebut, Menkeu Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan penurunan proyeksi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. "Setiap 0,2% turun grossnya itu berarti 0,2 dikalikan berapa triliun US$. Hampir seratus triliun dolar lebih dari total GDP di dunia," ujarnya di Rakernas Kementerian Agama, di di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Dan itu nantinya mempengaruhi bagaimana Indonesia harus berjuang keras kalau kita ingin ekonominya tetap tumbuh, menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan," ujarnya.

Dia mengatakan dengan kondisi ekonomi dan perdagangan internasional yang sangat lemah, Indonesia harus menyiapkan diri agar mampu menggunakan seluruh instrumen kebijakan untuk menjaga dan membentengi ekonomi domestik kala suasana dunia guncang.

Destinasi Ekspor Lemah

Sementara itu, dia menegaskan APBN sebagai instrumen fiskal kondisinya harus segera diatasi oleh peningkatan ekspor untuk menambal defisit. Dia mengakui dalam kondisi seperti sekarang ini ekspor akan semakin sulit sebab negara-negara tujuan sedang mengalami kelesuan ekonomi.

"Ekspor menjadi lebih sangat sulit karena destinasinya sedang lemah. Ini yang sedang kita hadapi di 2018 dan kontinyu di 2019. Kalau kita lihat APBN kita, daya dorongnya dengan defisit yang ada masih cukup tinggi, kalau lihat ekspor mungkin ini tantangannya lebih berat karena dengan pertumbuhan global yang lebih lemah, maka mungkin pertumbuhan ekspor kita mengalami tekanan," ujarnya.

Namun, sama seperti 2014-2015, dia mengatakan meskipun waktu itu ekspornya mengalami kontraksi, namun masih dapat tumbuh di atas 5%. "Jadi kita akan tetap melihat semua aspek dari pertumbuhan ekonomi dan memaksimalkan instrumen kita untuk bisa mendorong sehingga pertumbuhan bisa tetap optimal," ujarnya.

Dia menjelaskan kondisi ini diperparah oleh perlambatan ekonomi China di mana negara tersebut menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia. "Gross yang totalnya lebih lemah itu kontribusinya sebagian dari RRT (China) sebagai ekonomi terbesar kedua, termasuk di negara Eropa, jadi ini pasti akan pengaruhi kinerja ekspor kita. Impor kita tergantung pada ekpsor impor yang selama ini memang dibutuhkan untuk berproduksi. Kalau kemarin ada beberapa impor barang konsumsi kita sudah menunjukkan penurunan karena PMK untuk bea masuk itu," ujarnya.

Dia mengatakan Indonesia harus jeli melihat semua faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya. "Dalam hal ini kalau kita lihat dari sisi konsumsi, dengan terjaganya inflasi, dan berbagai upaya untuk jaga distribusi dan daya beli masyarakat terjaga," ujarnya.

Menurut Menkeu, pertumbuhan ekonomi harus tetap terjaga dengan diiringi inflasi yang rendah serta investasi yang terus tumbuh. "Dengan pertumbuhan kredit dan perbaikan iklim investasi dengan mengurangi peraturan-peraturan dan juga berbagai insentif yang diberikan, kami berharap akan tetap tumbuh mendekati 7%," ujarnya.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas Prof. Dr. Bambang PS Brodjonegoro pernah mengatakan, Indonesia perlu mendorong industri manufaktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5%. Menurut dia, apabila hanya mengandalkan produk komoditas saja, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tergelincir. "Jika kita tetap berpegang teguh pada ekonomi komoditas ini, bisa tergelincir ke 4,8 hingga 4,5%. Kita perlu beralih ke manufaktur bernilai tambah," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, apabila pertumbuhan ekonomi mampu digenjot hingga mencapai 6% secara berkelanjutan, maka Indonesia akan menjadi negara maju serta berpenghasilan tinggi. Sebab, ketika berbicara tentang pertumbuhan maka pemerintah harus membayangkan masa depan ekonomi terlebih dahulu dan menyesuaikannya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…