Suku Bunga dan Struktur Ekonomi Masalah Disektor Keuangan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Direktur Riset CORE Indonesia Piter A Redjalam menyebutkan ada dua masalah utama sektor keuangan di Indonesia yang harus diselesaikan untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. "Saya melihat ada dua masalah di sektor keuangan yang benar-benar menghambat perekonomian kita. Pertama adalah suku bunga tinggi yang menyebabkan kita mengalami apa yang disebut dengan 'high cost economy'," ujar ekonom lembaga kajian tersebut, seperti dikutip Antara, kemarin.

Menurut Piter, dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, penyerapan kredit domestik masih relatif rendah. Data Bank Dunia pada tahun 2017 menunjukkan, kredit domestik Indonesia terhadap PDB hanya mencapai 38,7 persen, jauh dibandingkan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam yang masing-masing mencapai 143,7 persen, 118,7 persen, 128,2 persen, dan 130,7 persen.

"Untuk penyaluran kredit, mereka semua di atas 100 persen rasio penyaluran kredit terhadap GDP-nya. Sedangkan Indonesia di bawah 40 persen. Bagaimana kita berharap kita bisa memacu pertumbuhan ekonomi kita kalau penyaluran kreditnya terhambat. Karena kalau penyaluran kredit terhambat, kita tidak punya peluang untuk investasi," kata Piter.

Masalah utama kedua, lanjut Piter, yaitu struktur ekonomi Indonesia yang lemah dimana neraca transaksi berjalan (current account) mengalami defisit hingga bertahun-tahun dan menjadi "pekerjaan rumah" yang tidak pernah tuntas diselesaikan oleh rezim-rezim pemerintahan sebelumnya.

"Current account ini tidak pernah dibahas secara tuntas, masalahnya ada dimana. Kita defisit tapi tidak pernah tuntas membahas permasalahan yang sebabkan kita defisit bertahun-tahun. Solusinya bukan memperbaiki current account deficit-nya, tapi kita malah cari penambalnya. Bolongnya dibiarkan, kita justru cari penambalnya yaitu di neraca modal. Kita biarkan aliran modal asing supaya masuk dan bisa menambal current account deficit," ujar Piter.

Padahal, menurut Piter, dengan masuknya modal asing dalam bentuk portofolio, justru membuat perekonomian Indonesia semakin rentan dan rapuh karena modal portofolio tersebut dapat dengan sangat mudah masuk dan keluar dari pasar keuangan domestik.

Piter menambahkan, dalam debat capres terakhir yang digelar 13 April 2019 mendatang, baik pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dapat memunculkan masalah-masalah utama ekonomi Indonesia, terutama yang terkait di sektor keuangan. "Sehingga kita bisa memilih kandidat yang benar-benar punya solusi terbaik bagi bangsa dan negara ini," kata Piter.

 

 

BERITA TERKAIT

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…