Pola Makan Harian Buruk Jadi 'Mesin' Pembunuh Perlahan

Pola makan harian yang buruk terus menjadi dilema. Studi teranyar menemukan, satu dari lima kematian secara global dikaitkan dengan pola konsumsi gizi harian yang buruk. Konsumsi gula, garam, dan daging berlebih membunuh jutaan orang setiap tahunnya. Mengutip AFP, studi yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet menunjukkan kesalahan pola konsumsi masyarakat global. Hal itu terjadi pada hampir 195 negara yang disurvei. Perkaranya adalah kurangnya makanan sehat dalam diet yang dilakoni bersamaan dengan tingginya konsumsi gula dan garam dikutip dari CNN Indonesia. Secara keseluruhan, Uzbekistan menjadi negara dengan angka kematian tertinggi akibat pola diet yang salah. Angka itu sepuluh kali lipat dari jumlah kematian akibat buruknya pola konsumsi terendah di Israel. Uzbekistan diikuti oleh Afghanistan, Papua Nugini, dan Vanuatu sebagai empat negara tertinggi dengan kematian akibat pola makan. Sementara Israel bersama Prancis, Spanyol, dan Jepang menjadi empat negara terendah. Secara global, minuman berpemanis buatan dikonsumsi lebih dari sepuluh kali jumlah yang direkomendasikan. Sebagian besar orang juga mengonsumsi 86 persen lebih banyak kadar aman natrium. Studi juga menyoroti minimnya konsumsi biji-bijian, buah, sayur, dan kacang-kacangan. Padahal, jenis-jenis makanan itu bisa menjadi salah satu upaya untuk melakoni gaya hidup sehat.Penelitian tersebut meneliti kaitan antara tren konsumsi dan risiko penyakit dalam rentang waktu 1990-2017. Dalam analisisnya, peneliti mengamati 15 faktor risiko makanan dan dampaknya terhadap kematian. Tingginya konsumsi daging merah dan olahan, minuman berpemanis, dan garah disalahkan dalam tingginya angka kematian akibat pola makan. Garam menjadi faktor risiko utama penyebab kematian di sebagian besar negara. Angka penggunaan garam yang terbilang tinggi itu menjadi faktor risiko di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, bersama dengan China, Jepang, dan Thailand. Peneliti menduga penggunaan garam erat kaitannya dengan sajian masakan-masakan tradisional ala Asia. Sementara di beberapa negara lain, kekurangan biji-bijian menjadi faktor risiko terbesar. Hal itu terjadi di AS, India, Brasil, Pakistan, Nigeria, Rusia, Mesir, Jerman, Iran, dan Turki. Studi juga mengamati ragam penyakit yang diakibatkan oleh pola makan buruk. Penyakit kardiovaskular menjadi pembunuh terbesar yang disebabkan oleh buruknya pola makan dengan jumlah 10 juta kematian. Diikuti oleh kematian akibat kanker sebanyak 913 ribu kasus dan diabetes tipe-2 dengan 339 ribu kasus. "Studi ini menegaskan bahwa pola makan yang buruk bertanggung jawab atas lebih banyak kematian daripada faktor risiko lain di dunia," ujar penulis studi Christopher Murray dari University of Washington, Amerika Serikat. Aksi bersama Hasil penelitian ini menyerukan aksi bersama yang harus dilakukan setiap negara demi mengatasi buruknya pola makan masyarakat. Diet tak sehat adalah faktor risiko utama untuk beban penyakit global. "Ini harus menjadi perhatian setiap negara," ujar Direktur Departemen Nutrisi untuk Kesehatan dan Pembangunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Francesco Branca, mengutip CNN. Masyarakat, kata Branca, perlu menyadari hubungan buruk antara pola diet harian dan kesehatan. Majelis Umum PBB sendiri telah mendeklarasikan 'Dekade Aksi Gizi PBB' sepanjang 2016-2025. Hal itu dimaksudkan untuk meminta pemerintah setiap negara anggota untuk membuat komitmen yang sama. Sebelumnya, pada Januari 2019 lalu, sekelompok peneliti menyerukan perubahan dalam pola makan harian. Laporan dalam jurnal The Lancet itu memberikan standar konsumsi harian yang tepat dalam konsep 'Planetary Health'. Diet mencakup dua kali lipat konsumsi kacang-kacangan, buah-buahan, sayur, serta mengurangi konsumsi daging dan gula sebanyak 50 persen.

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…