Pertumbuhan Kuartal I-2019 Diprediksi Lebih 5% - INDONESIA DINILAI PUNYA MODAL UNTUK MENARIK INVESTASI

Jakarta-Lembaga riset Center of Reform in Economics (Core) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I- 2019 bisa tembus di atas 5%,  dan akan berada di kisaran 5,1 persen - 5,2% sepanjang tahun ini. Sementara itu, pejabat Bank Indonesia mengungkapkan, ada dua modal negeri ini sebagai bagian dari ASEAN untuk menarik investasi.

NERACA

"Kalau digenapkan pertumbuhan ekonomi (kuartal I- 2019) masih di 5% mungkin sedikit di atas 5%, tetapi belum sampai 5,1%,” ujar Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal di Jakarta, Selasa (9/4).

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi akan ditopang konsumsi rumah tangga yang juga diprediksi tumbuh 5-5,1%. Pasalnya, porsi pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk konsumsi cenderung stabil di level 67%. Dia juga menilai tingkat inflasi cenderung terkendali. Menurut dataBPS, inflasi pada Maret sebesar 0,11% atau 2,48% secara tahunan.

Secara tahun kalender, inflasi mencapai 0,35%. Kondisi ini masih sesuai dengan target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang ditetapkan sebesar 3,5%.

Namun demikian, Faisal menuturkan ada beberapa faktor yang harus diwaspadai hingga akhir tahun. Pertama, potensi peningkatan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia menimbulkan pertanyaan dengan posisi harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) dalam negeri.

Berdasarkan data Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent kemarin (9/4) naik US$0,76 atau 1,1% menjadi US$71,1 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,32 atau 2,1% menjadi US$64,4 per barel. "Jadi dorongan menaikkan harga BBM lebih besar karena kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia berdampak terhadap defisit minyak dan gas (migas)," ujarnya.  

Kedua, masalah perubahan iklim yang berpotensi mengganggu produksi pangan. Kondisi ini memberikan dampak kepada inflasi bahan pangan. Ketiga, ancaman penurunan harga komoditas yang dikhawatirkan jauh lebih dalam.

Keempat, dampak perlambatan ekonomi global masih membayangi kinerja ekspor dan impor. Dia menuturkan jika pemerintah berhasil mengendalikan impor, maka impor akan sedikit tertahan sehingga defisit neraca dagang bisa dipersempit. Sepanjang tahun lalu, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar US$180,06 miliar. Sedangkan kinerja impor mencapai US$188,63 miliar. Kondisi ini menyebabkan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan senilai US$8,57 miliar pada 2018.

"Tetapi kalau tekanan terhadap ekspor sangat besar seperti kita lihat dua bulan pertama tahun ini, bisa berubah situasinya. Artinya defisit perdagangan bisa jadi tambah lebar," ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia Wahyu Pratomo mengatakan ada dua modal Indonesia sebagai bagian dari ASEAN untuk menarik investasi. Pernyataan ini menguak dalam pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) 2019, pada 2-5 April 2019, di Chiang Rai, Thailand. Pertemuan tersebut dihadiri Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Modal pertama yang dimiliki kawasan ASEAN yakni kondisi perekonomian yang kondusif. Ini tampak dalam pertumbuhan ekonomi rata-rata negara di kawasan yang melampaui pertumbuhan ekonomi global. "Pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3%,  3,1 sampai 3,2%, ASEAN itu rata-rata 10 negara pertumbuhannya menurut IMF diperkirakan di atas 5%,” ujarnya di Bank Indonesia, Jakarta, kemarin.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi itu menjadi daya tarik tersendiri yang dimiliki ASEAN untuk menarik investasi. "Itu menunjukkan bahwa kawasan ini dinamis dan pertumbuhan relatif tinggi," ujarnya.

Selain itu, stabilitas keuangan yang terjaga turut menjadi modal bagi ASEAN, termasuk Indonesia dalam menarik investor. "Dan sekarang perhatian dunia diarahkan ke ASEAN karena pertumbuhan tinggi dan stabilitas keuangan terjaga itu dua hal yang buat kawasan ini menarik bagi komunitas internasional maupun investor internasional," ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, situasi global saat ini yang cukup mengganggu perekonomian negara-negara berkembang adalah normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral AS dan perang dagang. Meskipun demikian, tekanan tersebut tidak sebesar tahun lalu.

"Jadi bagi negara-negara emerging market yang pengelolaan ekonomi makronya bagus, salah satunya seperti Indonesia, prudent lah, dengan inflasi yg rendah, dengan CAD yang terkendali," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Mirza mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan tengah diusahakan untuk diturunkan ke kisaran 2,5%. Selain itu, defisit APBN bisa dijaga di bawah 2%. Hal ini menjadi modal bagi investor untuk melirik Indonesia untuk berinvestasi. "Jadi emerging market yang ekonomi makronya bagus ya kondisi pasar keuangannya diuntungkan. Sedangkan kondisi EM yang kondisi makro dan politiknya tidak bagus ya, salah satunya Turki. Jadi investor yang di emerging market sudah bisa membedakan," ujarnya.

Menurut dia, ada beberapa hal yang diperhatikan BI dalam menentukan kebijakan moneternya. Pertama, adalah suku bunga bank sentral AS. "Satu, Fed fund rate, yang selama ini sekarang sudah melandai, sekarang probability di-cut di 2020 sudah 70%.  Dari sisi Fed fund rate mendukung EM," ujarnya.

Kawasan Industri

Hal kedua yang diperhatikan BI adalah kinerja inflasi. Inflasi dalam periode 2015 hingga 2019, diupayakan agar terjaga stabil dan rendah di kisaran 3%. "Ketiga, CAD. Jadi ya BI ya kita perhatikan CAD dan kita mau memastikan CAD itu menuju ke 2,5% PDB," ujarnya.

Pada bagian lain, Kementerian Perindustrian menyatakan sebanyak 18 kawasan industri akan beroperasi pada tahun ini. Ke-18 kawasan industri luar Jawa itu berlokasi di, Lhoukseumawe, Ladong, Medan, Tanjung Buton, Landak, Maloy, Tanah Kuning, dan Bitung. Selanjutnya di Kuala Tanjung, Kemingking, Tanjung Api-api, Gandus, Tanjung Jabung, Tanggamus, Batulicin, Jorong, Buli, dan Teluk Bintuni. 

"Kami targetkan 18 kawasan industri itu mulai beroperasi kuartal III-2019," kata Direktur Perwilayahan Industri Ditjen Ketahanan Perwilayahan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Ignatius Warsito seperti dikutip dari web Kementerian Perindustrian, Selasa (9/4).

Warsito memperkirakan kalau target tersebut terwujud, 18 kawasan industri yang beroperasi tersebut nantinya bisa menyerap investasi sampai dengan Rp250 triliun. Dari investasi tersebut, diperkirakan 900 ribu lapangan kerja baru akan tercipta. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…