Makin Dekat Pilpres, Tren Pasar Obligasi Melesu

NERACA

Jakarta – Jelang hari pencoblosan pemilihan umum dan pemilihan presiden yang tinggal menghitung hari, tren pelaku investor pasar modal mulai bersikap wait and see sambil menunggu hasil pemilu nanti. Alhasil, kondisi ini pun mempengaruhi laju indeks harga saham gabungan (IHSG) yang bergerak melandai. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan swasta juga memilih untuk menunda rencana penerbitan surat utang menjelang pemilu. Hal ini membuat total volume emisi obligasi pada kuartal I/2019 turun dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Analis Indopremier Sekuritas, Mino mengatakan, sikap hati-hati investor menyikapi pilpres membuat IHSG masuk teritori negatif hingga akhir perdagangan, Senin (8/4) kemarin. “Sikap kehati-hatian terjadi pada umumnya di investor lokal, karena asing malah 'net buy' di pasar reguler‎," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Hal senada juga pernah disampaikan presiden direktur Bahana TCW Investment Management, Edward Lubis. Dia menilai, para pelaku pasar saat ini masih konservatif sembari menanti hasil Pemilu yang kian dekat dan sebagian manajer investasi kemungkinan masih dalam finalisasi masa penawaran.”Menurut pendapat saya, pasar dan para pelaku melihat lebih konservatif dan menunggu proses pemilu yang sudah mendekat,” katanya.

Menurut Managing Director Danareksa Sekuritas Boumediene Sihombing, secara umum sepinya penerbitan obligasi pada awal tahun ini memang disebabkan oleh sebagian emiten menunda rencana emisi sampai dengan perhelatan pemilu selesai.”Selain itu, juga cukup besar obligasi yang akan jatuh tempo pada Mei dan Juni, [sehingga] potensial untuk menyerap obligasi yang baru,” tuturnya.

Boumediene pun memperkirakan penerbitan obligasi setelah Pemilu nanti bisa naik signifikan dibandingkan dengan tahun lalu. Pasalnya, diharapkan tahun ini muncul stabilitas di pasar setelah diterpa volatilitas pada tahun lalu. “Sebagian emiten yang menunda rencana emisi tahun lalu, mudah-mudahanan masuk pasar pasca Pemilu,” imbuh Boumediene.

Dia mengungkapkan, Danareksa Sekuritas telah memiliki pipeline obligasi dengan target penyelesaian di kuartal II/20109 sekitar 6 mandat. Selanjutnya, Director and Head of Investment Banking PT Indo Premier Sekuritas, Rayendra L. Tobing menyampaikan bahwa tren suku bunga juga mempengaruhi minat emiten untuk menerbitkan obligasi. Adapun, suku bunga yang rendah pada kuartal I/2018 dinilai membuat emiten banyak menerbitkan obligasi dengan antisipasi suku bunga dinaikkan. “Dan emiten terbitkan obligasi, besaran dan waktunya, tergantung kebutuhan masing-masing emiten,” ujarnya.

Rayendra memperkirakan, emisi obligasi di sepanjang semester I/2019 masih akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu karena kondisi pasar yang masih wait and see jelang Pemilu dan libur lebaran pada awal Juni. Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, total volume emisi obligasi korporasi sepanjang 3 bulan pertama tahun ini tercatat Rp24,07 triliun atau turun 42,71% dibandingkan dengan kuartal I/2018 yang senilai Rp42,02 triliun.

Adapun, tiga besar perusahaan efek dengan volume emisi terbanyak pada kuartal I/2019 masih ditempati oleh Indo Premier Securities, Mandiri Sekuritas, dan PT Danareksa Sekuritas. Indo Premier Securities tetap memimpin pada awal tahun ini dengan volume emisi obligasi senilai Rp4,31 tirliun dan pangsa pasar sebesar 21,34%. Selanjutnya, Mandiri Sekuritas mengikuti dengan volume emisi senilai Rp2,65 triliun dan pangsa pasar sebesar 13,14%. Sementara itu, PT Danareksa Sekuritas mencatatkan volume emisi obligasi senilai Rp2,34 triliun dengan pangsa pasar 11,61%.

Sementara itu, per akhir kuartal I/2019, Bursa Efek Indonesia telah mengantongi daftar 8 perusahaan dengan total 9 instrumen yang bersiap-siap untuk mencatatkan penerbitan obligasi dan sukuk di bursa pada kuartal kedua 2019 dengan total nilai Rp8,85 triliun. Fitch Ratings Indonesia memperkirakan nilai penerbitan surat utang korporasi dalam negeri di tahun ini akan mengalami peningkatan sebesar 10% menjadi kisaran Rp 130 triliun-Rp 140 triliun. Penerbitan surat utang tersebut sebagian besar untuk membayar utang yang jatuh tempo dan kebutuhan pendanaan ekspansi.

Rating Director Fitch Ratings Indonesia Eddy Handali mengatakan, tahun 2019 sudah kembali menjadi momentum pertumbuhan untuk penerbitan surat utang setelah di tahun lalu korporasi cenderung menahan diri karena banyaknya ketidakpastian yang muncul di pasar dan berdampak ke dalam negeri. bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…