Asosiasi Usaha Minta Pemerintah Tegas Soal Harga Sawit

NERACA

Jakarta – Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) meminta Pemerintah Provinsi Aceh berlaku tegas terhadap penentuan harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit karena hingga kini spekulasi harga ditingkat petani semakin masif. Wakil Ketua Asosiasi SAMADE Aceh, Nurdin, di Meulaboh, disalin dari Antara di Jakarta, mengatakan, harga jual TBS kelapa sawit ditingkat petani Aceh secara umum, paling tinggi Rp900 per kilogram, sementara harga beli di perusahaan pabrik kelapa sawit senilai Rp1.120 per kilogram.

"Standar harga beli buah sawit, saya pikir sudah ada dan sudah ditetapkan, tetapi di lapangan kita melihat belum berjalan, artinya pengawasan terhadap indikasi permainan harga jual beli TBS itu masih sangat masif di beberapa kabupaten," katanya.

Nurdin, menyampaikan pengaruh pasar global terhadap kebutuhan sawit sebagai bahan baku mentah, juga menjadi salah satu faktor secara nasional, namun sejatinya tidak begitu besar berdampak kepada produsen yang paling rendah.

Pihak pertama yang diduga melakukan permainan harga tersebut menurut dia adalah agen penampung lokal, yakni mitra perusahaan yang menyediakan pasokan bahan baku untuk olahan minyak mentah crude palm oil (CPO) di perusahaan - perusahaan.

"Tidak semua mitra kerja perusahaan sawit di Aceh itu berlaku jujur saat membeli sawit petani, mulai dari harga sampai kepada timbangan yang digunakan itu sering kita temui tidak sesuai, ini kan merugikan masyarakat sebagai produsen paling bawah," tegasnya.

Nurdin, barkata, semua pihak tentunya tidak menginginkan masyarakat dan perusahaan bergerak disektor perkebunan sawit merugi, karena itu butuh solusi yang kongkrit untuk memutuskan mata rantai penjualan di seluruh Aceh.

Ia melihat infrastruktur untuk bisnis sektor perkebunan sawit di Aceh masih terbatas, salah satunya perusahaan masih dominan menggunakan jalur darat untuk pengangkutan material sehingga berdampak terhadap pelanggaran lalu lintas angkutan.

"Akses transportasi dari kebun masyarakat ke perusahaan juga berdampak, kalau medan jalan sulit dan jauh tentunya harga beli sawit petani jauh lebih rendah. Hal - hal ini seperti ini masih sering terjadi di beberapa daerah," sebutnya lagi.

Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada semua jenis perusahaan atau perkebunan sawit guna melakukan sertifikasi dari asosiasi internasional Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). "Menurut saya yang perlu dipastikan adalah RSPO itu bisa dilakukan oleh semua jenis perkebunan sawit," ujar Imaduddin disalin dari laman yang sama.

Dia beralasan bahwa jangan sampai selama ini yang mampu hanya perusahaan-perusahaan sawit besar, sedangkan yang perusahaan-perusahaan sawit di bawahnya mengalami kesulitan mengurus sertifikasi RSPO. "Menurut saya pemerintah harus mendorong memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan sawit itu untuk mau melakukan sertifikasi," kata Imaduddin.

Imaduddin menilai pemerintah Indonesia sudah melakukan upaya untuk mendorong agar pengusaha-pengusaha sawit berkomitmen pada sawit yang berkelanjutan. "Untuk sekarang lebih optimal lewat sertifikasi RSPO dan menurut saya itu yang lebih diakui secara global, bahwa dengan adanya sertifikasi tersebut secara otomatis dijamin bahwa sawit Indonesia berkelanjutan," kata Pengamat INDEF tersebut.

Berdasarkan data yang dihimpun Sekretariat ISPO, jumlah lahan sawit yang telah memiliki sertifikat RSPO mencapai 2,51 juta hektare. Jumlah tersebut relatif masih kecil dibandingkan total lahan kelapa sawit yang mencapai sekitar 14 juta hektare di Indonesia.

Didirikan pada 2004, RSPO didesain untuk mempromosikan produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan untuk manusia, planet bumi, dan kemakmuran. Sebanyak 40 persen dari produsen minyak sawit dunia merupakan anggota RSPO, selain banyak produsen produk, pengecer, serta organisasi non-pemerintah atau NGO yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan sosial.

Sertifikasi menjadi elemen penting dalam industri minyak sawit karena semakin banyak konsumen, khususnya di negara-negara Eropa, yang memiliki kesadaran tinggi terhadap aspek keberlanjutan untuk industri yang berdampak besar bagi kelestarian lingkungan hidup.

Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah menyarankan agar pemerintah Indonesia menyiapkan dasar gugatan ke WTO.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…