Pacu Pertumbuhan Kredit, BI Beri Kelonggaran RIM

NERACA

Jakarta – Untuk memacu pertumbuhan kredit perbankan lebih besar lagi di tengah ketatnya likuiditas saat ini, Bank Indonesia (BI) memperbarui aturan terkait Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bagi bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS). Aturan yang diterbitkan pada Jumat (29/3) itu akan resmi berlaku pada 1 Juli 2019.

Direktur Eksekutif Kebijakan Makroprudensial BI Linda Maulinda menjelaskan, pembaruan aturan yang dituangkan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/5/PADG/2019 tersebut dilakukan agar perbankan memiliki likuditas yang lebih longgar dengan harapan bisa melakukan penyaluran kredit dalam jumlah lebih besar. "Secara sektor kredit saat ini masih didorong oleh sektor konsumsi. Dana pihak ketiga memang pertumbuhannya masih lambat dibandingkan kreditnya, tetapi masih bisa menunjang pertumbuhan kredit. Perlu kita perluas pembiayaan ini, perlu dilonggarkan," ujarnya, kemarin.

Menurut dia, Januari 2019 pertumbuhan kredit 12%, meningkat dibandingkan tahun lalu 11,8%, namun penguatannya belum cukup menopang PDB yang lebih signifikan. Di sisi lain dana pihak ketiga juga pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan kredit. Hal inilah yang menjadi alasan BI melonggarkan RIM. Substansi pengaturan dalam perubahan ketiga PADG RIM dan PLM, yaitu penyesuaian kisaran batas bawah dan batas atas dari target RIM dan target RIM Syariah, dari sebelumnya masing-masing sebesar 80-92% menjadi sebesar 84-94% dan penyesuaian contoh perhitungan.

Linda mengatakan, dengan ditingkatkannya batas atas dan batas bawah RIM tersebut, perbankan bisa mengalirkan dana mereka selain melalu instrumen kredit juga melalui penanaman pada surat berharga korporasi atau keuangan. “Sehingga perbankan juga bisa berpartisipasi pada pembiayaan secara tidak langsung," ujarnya.

Sementara, dari sisi sumber dana, perbankan juga bisa memanfaatkan sumber dana dari alternatif pembiayaan. Untuk diketahui, bank sentral akan mengenakan sanksi bagi BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM, BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM Syariah, dan UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM Syariah dengan kisaran batas bawah dan batas atas dari target RIM dan Target RIM Syariah. Sanksi tersebut mulai berlaku pada 1 Oktober 2019.

Sebagai informasi, sebelumnya Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Kartika Wirjoatmodjo pernah bilang, seretnya pertumbuhan kredit lantaran semakin keringnya likudiitas perbankan di tahun 2019 karena perbankan mulai menghadapi persaingan dana yang lebih ketat. Menurutnya, pertumbuhan kredit di tahun 2019 akan mencapai 13 hingga 14%. Meski, kemungkinannya juga akan lebih rendah dari angka tersebut.

Dia pun berharap Bank Indonesia (BI) terus melanjutkan kebijakan-kebijakan yang memberi ruang untuk likuiditas perbankan. Selain itu, Kartika juga mengharapkan dana asing sudah mulai masuk ke pasar saham sehingga perbankan juga memiliki sumber pertumbuhan dari aliran portofolio. Sehingga, di semester dua kondisi likuiditas mulai melonggar. "Semester satu (likuiditas) akan tight tapi semester dua setelah pilpres atau lebaran mungkin akan melonggar," ujarnya.

Sementara Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti memprediksi pertumbuhan kredit di semester I 2019 sedikit melambat. Hal ini disebabkan pada semester pertama, Indonesia dihadapkan dengan kontestasi politik pemilihan presiden-wakil presiden dan anggota legislatif. Oleh karena itu, dirinya memperkirakan pertumbuhan kredit di semester I 2019 sekitar 12%. "Kalau semester pertama itu tidak bisa berharap banyak kredit tumbuh pesat," ujarnya.

Dampak paling terasa diprediksi terjadi pada kredit investasi. Destry mengatakan, kebanyakan investor masih bersikap wait and see untuk mengambil langkah. Minat investasi masih ada, namun belum optimal. Begitu diketahui siapa pemimpin Indonesia selanjutnya, setidaknya sudah ada titik terang bagaimana nasib perekonomian Indonesia ke depan. "Kita lihat 2014 lalu. Hal-hal yang sifatnya investasi itu masih stagnan, masih mau lihat siapa presiden dan apa kebijakannya," kata Destry.

Menurut dia, kredit baru bisa tumbuh signifikan pada semester II-2019, menunggu tahapan pemilu usai di bulan April 2019. Faktor lain penyebab lambatnya pertumbuhan kredit karena pembangunan infrastruktur di 2019 diperkirakan tak semasif 2017 dan 2018. Namun, investasi diperkirakan masih akan tumbuh seiring terlihatnya dampak infrastruktur yang dibangun dalam tiga tahun terakhir. "2019 kita tidak pesimis ada ruang tumbuh lagi," ujarnya. bani



BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…