GAPKI Dukung Pemerintah Lawan Kebijakan Diskriminatif Uni Eropa

NERACA

Jakarta – Wakil Ketua Umum II Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Pusat, Susanto Yang mengatakan, pihaknya mendukung pemerintah yang melawan kebijakan diskriminatif terhadap minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia oleh Uni Eropa.

“Kami sangat mendukung sikap pemerintah tidak tunduk dan melawan kebijakan diskriminatif Uni Eropa yang tetap berkukuh dengan keputusannya untuk menurunkan penggunaan bahan bakar berbasis CPO secara bertahap hingga 2030,” ujarnya di sela-sela kegiatan 3rd Borneo Forum yang digelar Gapki se- Kalimantan di Pontianak, disalin dari Antara, di Jakarta.

Ia menjelaskan meski porsi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa hanya sekitar 3 - 4 juta ton per tahun dan hal itu tidak berdampak langsung, namun secara psikologis pasar akan berdampak pada negara lainnya. “Kekhawatiran kita dengan adanya kebijakan yang diskriminatif tersebut jika dibiarkan maka akan menular ke negara lainnya,” papar dia.

Lanjutnya, terhadap langkah pemerintah yang akan membawa persoalan tersebut ke World Trade Organization (WTO) PBB juga sudah sangat tepat. "Kami mendukung mendukung penuh upaya pemerintah termasuk membawa hal ini ke WTO. Semoga ini memberikan yang terbaik untuk industri kelapa sawit di Indonesia. Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling efisien dan produktivitasnya tinggi," paparnya.

Selain perlawanan terhadap persaingan minyak dunia dan kebijakan diskriminatif, pihaknya juga sangat mendukung upaya pemerintah untuk memperluas pasar dalam negeri, seperti dengan adanya kebijakan B20.

"Dengan pasar dalam negeri luas dengan kebijakan B20 tentu kita tidak akan tergantung lagi dengan negara luar. Itu tentu berdampak pada petani sawit dan penghasil sawit di Indonesia," ucapnya.

Menurut dia, dengan adanya kebijakan B20 maka mampu menyerap CPO mencapai 6 juta ton per tahun. “Apalagi dengan wacana mau meningkatkan menjadi B30, itu bisa menyerap 9 juta ton CPO per tahun. Kita sangat mendukung upaya pemerintah. Kita tahu industri sawit saat ini menjadi sumber devisa terbesar Indonesia,” sebutnya.

Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pihaknya berpotensi untuk membawa kebijakan diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Uni Eropa ke lembaga Organisasi Perdagangan Sedunia (WTO).

"Begitu Parlemen Uni Eropa mengadopsi ini dan berarti sudah resmi, maka Indonesia bertekad akan membawa ini ke WTO," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam acara Briefing Diskriminasi Uni Eropa terhadap Kelapa Sawit yang digelar di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, disalin dari Antara.

Selain itu, lanjut Darmin Nasution, pihaknya juga akan mengambil langkah lain yang dalam briefing tersebut dinilai tidak perlu dijelaskan satu per satu apa saja langkah-langkah tersebut. Dalam awal pemaparannya, Menko Perekonomian menggarisbawahi bahwa hubungan kerja sama antara Indonesia dan Eropa telah berlangsung sangat lama, serta selama ini Indonesia selalu bersikap obyektif dan berprasangka baik, bahkan dalam pekan lalu juga masih berlangsung pembicaraan kemitraan komprehensif.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa sangat baik, dan diharapkan hubungan baik ini dapat terus diteruskan.

Namun, ujar Luhut, terkait kelapa sawit ini, Menko Maritim mengingatkan bahwa hal itu sangat berpengaruh kepada kepentingan nasional karena puluhan juta orang tergantung penghidupannya kepada komoditas kelapa sawit. "Saya ingin teman-teman Uni Eropa betul-betu memahami," kata Luhut Panjaitan.

Menko Maritim juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan melawan kebijakan yang diskriminatif dari Uni Eropa sebagai upaya pemerintah RI dalam membela rakyat Indonesia. Sebagaimana diwartakan, Komisi Eropa telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II.

Secara garis besar rancangan itu akan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel Uni Eropa sehingga dapat menguntungkan produk minyak nabati lainnya. Saat ini, Komisi Eropa juga telah mengadopsi Delegated Regulation no C (2019) 2055 Final tentang High and Low ILUC Risk Criteria on biofuels pada 13 Maret 2019. Dokumen ini akan diserahkan kepada Dewan dan Parlemen Uni Eropa melalui tahap "scrutinize document" dalam waktu dua bulan ke depan.

 

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…