RI Tingkatkan Kapasitas Produksi Baja untuk Kebutuhan Domestik

NERACA

Jakarta – Pemerintah Indonesia akan meningkatkan kapasitas produksi baja nasional untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam upaya mendukung pembangunan infrastruktur. Deputi VII Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Rizal Affandi Lukman dalam The 4th Government Task Force Team Meeting for National Steel Industry Development di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Indonesia berbanding terbalik dengan kondisi dunia. "Berdasarkan prediksi untuk 20 tahun ke depan, permintaan global akan baja akan menurun sekitar 1,1 persen per tahun karena kelebihan pasokan," katanya.

Rizal menyebutkan, karena pasokan berlebih, sejunlah negara seperti China, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan bahkan menekan produksi baja habis-habisan. Negara-negara G20 juga setuju untuk membentuk forum global mengenai kelebihan produksi baja itu. Berdasarkan organisasi tersebut, jumlah produksi baja mencapai 1.900 juta ton per tahun.

"Tapi tidak semua negara mengurangi produksi mereka, beberapa negara seperti Indonesia, Meksiko, Brasil dan lainnya justru meningkatkan kapasitas industri untuk memenuhi permintaan baja domestik," katanya.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan permintaan baja di Indonesia masih tinggi dibandingkan kapasitas produksi. Itu sebabnya, peningkatan kapasitas produksi penting untuk dilakukan. "Masalahnya tinggal koordinasi kebijakan agar bisa seimbang hulu dan hilirnya dalam industri baja ini," tuturnya.

Pemerintah mendukung pembangunan Klaster Baja 10 juta ton di Cilegon guna mendorong pembentukan industri baja yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Pembangunan Klaster Baja 10 juta ton di Cilegon terdiri dari fasilitas produksi eksisting milik PT Krakatau Steel dan PT

Krakatau Posco ditambah dengan pembangunan fasilitas produksi baru yang akan beroperasi pertengahan tahun ini.

Pabrik Hot Strip Mill (HSM) kedua berkapasitas 1,5 juta ton diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi baja hingga 5,4 juta ton per tahun, sebelum mencapai target 10 juta ton pada 2025.

Industri baja di Indonesia tidak hanya semakin kokoh dengan pendalaman struktur menufakturnya dari peningkatkan investasi, tetapi juga kian berdaya saing di pasar global karena produknya bernilai tambah tinggi dan kompetitif. Untuk itu, Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan industri baja karena hasilnya dibutuhkan menjadi bahan baku bagi sektor lainnya.

“Industri baja sebagai sektor hulu, disebut juga mother of industries karena berperan penting untuk memasok kebutuhan bahan baku dalam mendukung proyek infrastruktur dan menopang kegiatan sektor industri lainnya,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto di Jakarta, Senin (28/1).

Harjanto menyampaikan, pihaknya bertekad untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional. “Produksi industri baja di dalam negeri terus dioptimalkan dan diarahkan pada pengembangan produk yang bernilai tambah tinggi, misalnya untuk memenuhi kebutuhan sektor otomotif, perkapalan maupun perkeretaapian. Sehingga kita tidak perlu lagi impor,” tegasnya.

Dirjen ILMATE pun mengungkapkan, terjadi peningkatan ekspor produk baja dari Indonesia terutama produk stainless steel slab serta stainless steel HRC (hot rolled coil). “Lonjakan ekspor yang paling mencolok hampir tiga kali lipat adalah stainless steel HRC. Kemudian stainless steel slab hampir dua kali lipat,” ujarnya.

Kemenperin mencatat, ekspor stainless steel slab tumbuh dari 302.919 ton pada tahun 2017 menjadi 459.502 ton selama Januari-September 2018, sedangkan stainless steel HRC melonjak dari 324.108 ton menjadi 877.990 ton pada periode yang sama.

Harjanto meyakini, ekspor baja dari Indonesia akan terus meningkat karena pabrik baja stainless steel di kawasan industri Morowali masih memiliki ruang ekspansi. “Di Morowali, total kapasitas produksi smelter nickel pig iron sebesar 2 juta ton per tahun dan 3,5 juta ton stainless steel per tahun, dengan nilai ekspor mencapai USD2 miliar pada tahun 2017 dan naik menjadi USD3,5 miliar di 2018,” imbuhnya.

Kemenperin menargetkan, kawasan tersebut mampu menghasilkan 4 juta ton baja nirkarat atau stainless steel per tahun serta memiliki pabrik baja karbon berkapasitas 4 juta ton per tahun. Apabila produksi stainless steel tercapai 4 juta ton per tahun, Indonesia akan menjadi produsen kedua terbesar di dunia atau setara produksi di Eropa.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…