Jangan Lengah, Waspadai Pelemahan Ekonomi China

NERACA

Jakarta – Sentimen ekonomi global, khususnya negara ekonomi terkuat di dunia China sedang mengalami pelemahan. Kondisi ini tentu memberikan dampak terhadap Indonesia, apalagi sebagian besar perdagangan ekspor Indonesia juga tujuan ke China. Alhasil, dampak loyonya ekonomi China juga akan berpengaruh pada harga komoditas. Sementara, pertumbuhan ekonomi China melemah dari 6,9% di tahun 2017 menjadi ke 6,6% tahun lalu, serta diproyeksikan terus melemah hingga tahun 2021.

Merespon hal tersebut, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, Indonesia harus tetap mewaspadai pelemahan ekonomi China.”Prospek Indonesia ke depan pada tahun 2019, jika melihat kebijakan moneter, harapannya kita akan memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan pada tahun 2013 dan 2018, tetapi kita masih memiliki tantangan pada ekonomi China yang akan memberi dampak ke harga komoditas,"ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dia menekankan, pentingnya diversifikasi dalam perekonomian Indonesia agar tidak terlalu bergantung pada komoditas. Solusi yang ditekankan BI adalah memperkuat sektor pariwisata. Mencontoh Thailand, negara itu berhasil menggenjot pariwisata hingga lebih dari 34 juta orang dan membantu neraca berjalan menjadi surplus, sementara Indonesia mengalami defisit sekitar 3% di tahun 2018."Jika ada defisit, kita butuh inflow. Itu dengan ekspor dan pariwisata. Saya percaya diri dengan pariwisata Indonesia," kata Mirza.

Terlebih, menurut dia, Indonesia berhasil menambah jumlah turis dan tahun lalu kedatangan 14 juta orang turis. Pihak BI pun meminta korporasi untuk berusaha melakukan ekspor demi membantu mengurangi defisit neraca berjalan sampai 2,5% di 2019. Dirinya juga menegaskan, tren pelemahan nilai tukar rupiah pekan kemarin terjadi karena transaksi berjalan yang defisit. "Negara yang mata uangnya paling berdampak merupakan negara yang mengalami defisit transaksi berjalan,"ungkapnya.

Neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit US$ 31,1 miliar atau 2,98% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun lalu. Angka ini nyaris mendekati batas aman tiga persen PDB. Kondisi tersebut terjadi karena Indonesia tengah menggenjot pembangunan infrastruktur dan harga komoditas yang jatuh. Kedua hal tersebut mengakibatkan jumlah impor meningkat dan ekspor terhambat.

Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah Redjalam sebelumnya mengatakan, pelemahan rupiah bukan disebabkan oleh faktor fundamental, melainkan lantaran adanya aksi spekulan. “Ketika sentimen terjadi, rupiah yang sudah mengalami penguatan terbesar cenderung mendapat tekanan terbesar. Kadang ada permainan juga. Kalau tidak volatile besar, pemain tidak bisa untung besar," kata dia

Tercatat nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan kemarin masih melanjutkan tren koreksi yang terjadi dalam sepekan terakhir. Rupiah Senin pagi bergerak melemah tipis satu poin menjadi Rp14.315 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.314 per dolar AS. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, pelemahan rupiah dipicu keputusan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) yang mensinyalkan adanya stimulus baru dan pemangkasan pertumbuhan ekonomi untuk Uni Eropa, serta pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi China dari 6,5 persen menjadi 6 persen untuk tahun 2019.”Kedua ekonomi ini dikhawatirkan membuat ekonomi global melambat. Ketidakpastian ini membuat permintaan dolar AS meningkat," ujarnya. 

Sebenarnya dari domestik, kenaikan cadangan devisa pada Februari 2019 lalu seyogyanya dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah. Kemudian mengenai perlunya Indonesia diversifikasi ekonomi juga sependapat dengan Kepala Ekonom Maybank Investment, Suhaimi Ilias. Dia mengatakan, perekonomian perlu didorong melalui peningkatan ekspor dan industrialisasi. Menurut dia, sektor manufaktur Indonesia masih belum berkembang dibandingkan negara Asia lainnya. "Indonesia lebih mendorong sektor pertambangan dan jasa. Padahal, pengembangan manufaktur bisa membantu masalah defisit transaksi berjalan," ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong ekspor, melakukan industrialisasi, dan mendorong penanaman modal asing berbasis ekspor. bani

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…