Makroekonomi dan Sistem Pembayaran

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi hamir dipastikan sistem pembayaran dianggap cateris paribus. Padahal ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia, Thailand dan Korea Selatan pada tahun 1998 lalu, sistem pembayaran juga mengalami gangguan yang serius. Pada saat itu pembayaran untuk ekspor dan impor juga mengalami masalah yang serius. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada 2008 juga mempengaruhi sistem pembayaran bahkan bukan hanya sistem pembayaran AS tetapi juga sistem pembayaran dunia. Amerika Serikat terpaksa menjamin likuiditas global.

Sistem pembayaran mempengaruhi secara langsung industri jasa pembayaran yang sebetulnya merupakan pendekatan mikroekonomi. Sedangkan peran bank sentral dalam sistem pembayaran lebih mencerminkan pendekatan makroekonomi. Sistem pembayaran pada dasarnya merupakan sistem transfer dari nilai moneter. Kebijakan makroekonomi khususnya kebijakan moneter tidak akan berjalan dengan mulus tanpa adanya sistem pembayaran yang mendukungnya.

Milton Friedman yang juga dikenal sebagai bapak ilmu moneter kerap menganggap sistem pembayaran sebagai instrument implisit dari kebijakan moneter. Padahal bank sentrallah yang menjaga jalur transmisi dari kebijakan moneter. Adalah di era Ben Bernanke dimana sangat terasa akan pentingnya sistem pembayaran bagi kebijakan makroekonomi. Bank Sentral di era  Ben Bernanke bukan hanya menjaga jalur transmisi dari kebijakan moneter tetapi juga mencegah risiko sistemik dengan mempertahankan stabilitas keuangan.

Ketika risiko sistemik terjadi sistem pembayaran harus dijamin fungsinya melalui perbaikan stabilitas keuangan. Bukan hanya itu bank sentral juga harus berupaya meningkatkan efisiensi dari sistem pembayaran dan tentunya juga efisiensi dari instrumen yang mendukung sistem pembayaran tersebut. Dan yang terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah peran bank sentral dalam menjaga kepercayaan publik terhadap mata uang yang sebetulnya merupakan aset penyerahan. Tanpa keempat unsur ini maka kebijakan moneter tidak akan efektif.

Negara berkembang maupun negara maju jika ingin menyelenggarakan kebijakan moneter maka keempat persyaratan itu harus dipenuhi. Permasalahannya adalah pada tingkatan pemenuhannya. Misalnya negara maju cenderung lebih efisien sistem pembayarannya ketimbang negara berkembang. Juga ada kecenderungan negara maju lebih mampu menghindarkan risiko sistemik yang mengancam sistem pembayaran ketimbang negara berkembang.

Meningkatkan integrasi perekonomian memberikan dampak yang sangat positif bagi negara maju dan negara berkembang dimana skala ekonomies dan interoperability memainkan peran kuncinya. Integrasi ekonomi seperti di Uni Eropa membuat efisiensi dalam sistem pembayaran menjadi semakin bertambah baik misalnya dengan adanya sistem target 2. Masalahnya perbaikan efisiensi dalam sistem pembayaran tersebut ternyata tidak dibarengi oleh perbaikan dalam menghindari risiko sistemik yang mumpuni. Dengan demikian dari sisi sistem pembayaran, integrasi ekonomi memiliki keunggulan dan kelemahan dalam konteks sistem pembayaran.

Terjadinya krisis ekonomi yang bersifat sitemik di Uni Eropa memperlihatkan bahwa keuntungan dari integrase perekonomian yang menimbulkan efisiensi dalam sistem pembayaran tidaklah dengan serta merta menjamin sistem pembayaran tersebut dari risiko sistemik. Kesalahan dari munculnya risiko sistemik dalam sistem pembayaran Uni Eropa sebetulnya merupakan kecerobohan dari bank sentral Uni Eropa. Operasi moneter yang dilakukan oleh uni Eropa terbukti tidak efektif dalam menangkal risiko sistemik. Hal ini disebabkan terlalu beragamnya tingkat produktivitas di Uni Eropa sendiri.  

Negara maju seperti Jerman tentu berbeda dengan Portugal. Mesin ekonomi Jerman berbeda dengan mesin ekonomi Yunani. Jerman mampu meningkatkan daya saing dengan menekan upah buruhnya, sementara Yunani dan Portugal tidak mampu melakukan hal tersebut. Dalam konteks hutang juga berbeda kemampuannya. Negara seperti Jerman mampu secara disiplin menjalankan target yang diterapkan oleh Uni Eropa dalam hal rasio defisit anggaran belanja negara terhadap produk domestik bruto.

Belajar dari kasus Uni Eropa, maka masalah risiko sistemik dalam sistem pembayaran merupakan tugas yang tidak mudah untuk dilakukan oleh bank sentral. Kasus Amerika Serikat juga memperlihatkan hal yang sama. Integrasi ekonomi di Amerika Serikat dengan large value transfer system dan retail system-nya yang memang diakui dunia mampu menghasilkan efisiensi dalam sistem pembayaran dan menjamin efektifnya kebijakan moneter ternyata juga rentan terhantam oleh risiko sistemik. Sekali lagi adalah bank sentral Amerika Serikat yang tidak becus dalam menjaga sistem pembayaran dari ancaman risiko sistemik.

Tampaknya kebijakan moneter dan macroprudential yang melekat di dalam fungsi bank sentral memang patut dipertanyakan. Namun hingga saat ini belum ada instrumen di luar kedua instrumen tersebut yang dianggap mampu menghalau risiko sistemik. Seharusnya bank sentral Amerika Serikat Komite Risikonya! Dan ironisnya komite risiko di bank sentral tidak diberikan hak suara untuk membuat keputusan kebijakan moneter dan kebijakan macroprudential hingga saat ini. Bahkan pemikiran untuk perbaikan masa depan dengan memperkuat komite risiko dari bank sentral juga tak masuk dalam rencana kerja bank sentral Amerika Serikat dan Uni Eropa. Bolehlah dikatakan bahwa sebetulnya instrumen yang dimiliki bank sentral dalam konteks makroekonomi sebetulnya sangat mencukupi namun kinerja dari bank sentral tidak sempurna karena struktur bank sentral di Amerika Serikat dan Uni Eropa yang boleh dibilang sangat canggih itu sebetulnya masih rentan.

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…