Baleg DPR Minta Komitmen Pemerintah Bahas RUU

Baleg DPR Minta Komitmen Pemerintah Bahas RUU

NERACA

Jakarta - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas meminta komitmen pemerintah dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) secara bersama-sama karena dibutuhkan kemauan politik atau "political will" dalam menyelesaikan tugas legislasi.

"Kalau kita mau jujur, justru mandeknya pembahasan RUU di parlemen karena ketidakhadiran pemerintah. Menurut saya baru di periode pemerintahan ini, bukan karena saya dari partai opisisi namun kondisinya seperti itu," kata Supratman dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3).

Dia menjelaskan di era pemerintahan sebelumnya, Surat Presiden (Surpres) biasanya dikirimkan bersamaan dengan Daftar Inventarisir Masalah (DIM). Namun, menurut dia saat ini tidak pernah terjadi, justru ada RUU yang Surpres turun, namun tidak langsung disertai DIM.

"Misalnya, RUU tentang Pertembakauan RUU tentang ASN, dan RUU tentang Masyarakat Adat yang ada di Baleg, DIM belum ada namun Supres sudah ada dan telah aca penugasan ke Baleg untuk membahas," ujar dia.

Dia berharap mekanisme tersebut segera dibenahi pemerintah dan ide pembentukan Badan Legislasi Nasional bisa segera terwujud sehingga ada sinkronisasi dan harmonisasi terhadap RUU. Karena itu, dia menilai penyelesaian RUU merupakan kemauan politik bukan terkait kendala teknis karena dalam pembahasan RUU paling didominasi perwakilan fraksi.

"Tetapi faktanya memang beberapa UU yang kita minta untuk kita lakukan rapat kerja bersama dengan pemerintah sebagai contoh saya sampaikan tadi itu UU ASN mandek karena ketidak hadiran saudara Menpan RB dan Menkumham," kata dia.

Dia mengungkapkan pembiayaan satu RUU itu sangat mahal, sehingga kalau tidak segera selesaikan maka berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ini tidak bisa kita "carry over" karena harus mulai lagi dari awal. Supratman menilai kalau pembahasannya dimulai dari awal berarti pembiayaannya harus dari awal juga dan ini harus dihindari pemerintah dan DPR.

"Bisa dibayangkan kalau 21 atau 23 UU yang ada di pembahasan tingkat 1 sekarang itu ternyata tidak mampu diselesaikan dalam masa sisa jabatan anggota DPR ini. Nanti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan yang begitu besar, pada akhirnya nanti di kemudian hari diusulkan kembali maka itu akan dimulai lagi pembiayaan yang baru," ujar dia.

Karena itu, menurut dia kalau saat ini pembahasan RUU terkendala karena sebagian besar diakibatkan lemahnya koordinasi di antara pemerintah, yaitu bagaimana mengonsolidasikan semua yang ditugaskan melalui supres itu terhadap materi-materi akan dibahas di parlemen.

Kemudian Supratman mengaku optimistis empat Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diselesaikan pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2018-2019 yang berlangsung sejak 4 Maret hingga 11 April 2019.

Keempat RUU itu adalah RUU tentang Perkoperasian; RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah; dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.

"Pidato Ketua DPR RI pada pembukaan masa sidang kemarin sebenarnya bukan target yag muluk-muluk, bahkan kalau mau di DPR tidak ada persoalan," kata Supratman.

Dia menilai dua RUU yaitu RUU tentang Perkoperasian dan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah masuk dalam tahap finalisasi dan sudah masuk tim perumus. Karena itu dia menilai kedua RUU tersebut hanya tinggal penyempurnaan khususnya redaksional dan secara substansial tidak ada masalah.

"Kalau ini bisa dipercepat terutama dengan dari sisi kehadiran pemerintah dalam pembahasan RUU itu. Maka seharusnya ini bisa disahkan termasuk mungkin ekonomi kreatif," ujar dia.

Selain itu dia menilai 21 RUU yang masih dalam tahap pembahasan pada Pembicaraan Tingkat I antara DPR dan Pemerintah, seharusnya bisa diselesaikan. Hal itu menurut dia sangat beralasan karena berdasarkan data yang ada di Baleg dan rangkuman seluruh RUU yang ada di Komisi, Pansus, sebenarnya hanya terdapat sedikit poin-poin krusial saja. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…