Mewaspadai Utang Luar Negeri BUMN

Oleh: Awalil Rizky, Pokja Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)

Defisit Transaksi Berjalan makin membesar dan menjadi sumber kerentanan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Meskipun Pemerintah dan Bank Indonesia selalu mengatakan masih aman dan terkendali, namun tetap diakui bahwa hal ini merupakan tantangan yang musti diwaspadai.

Kinerja Transaksi Berjalan, dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan, sebenarnya tak dapat difahami jika hanya melihat kondisi dalam satu tahun, apalagi satu triwulan. Beberapa pos pada suatu tahun adalah akibat transaksi tahun-tahun sebelumnya, dan berdampak setelahnya. Sebagai contoh utama adalah yang terkait dengan transaksi utang luar negeri (ULN). ULN yang diperoleh pemerintah atau swasta pada suatu tahun akan membawa masuk devisa, yang tercatat dalam Transaksi Finansial pada NPI. Akan tetapi pada saat harus dilakukan pelunasan dan pembayaran bunga, maka akan tercatat pula sebagai arus ke luar.

Tentu saja dapat diperdebatkan hasil bersih dikaitkan dengan apakah utang itu berhasil meningkatkan ekspor. Bagaimanapun, akibat yang bersifat segera adalah hal yang disebut pertama. Oleh karenanya, otoritas ekonomi sering mewaspadai perkembangan ULN. ULN Pemerintah langsung bisa dikontrol, sedangkan ULN swasta diawasi dan berusaha dipengaruhi dengan berbagai kebijakan. Indonesia telah berpengalaman buruk di masa lampau mengenai ULN swasta yang tak terkontrol.

ULN swasta tercatat tumbuh kembali dengan cepat dan melampaui utang pemerintah lagi sejak tahun 2012. Lajunya sempat sedikit melambat, namun kembali bertambah cepat pada tahun 2018. Posisinya pada akhir Desember 2018 sebesar 190,62 miliar dolar AS, melampaui ULN Pemerintah dan Bank Indonesia yang sebesar 186,22 miliar dolar AS. ULN Pemerintah saja tercatat sebesar 183,20 miliar dolar AS.

ULN yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dicatat oleh Bank Indonesia sebagai utang swasta, yang posisinya cenderung meningkat selama 11 tahun terakhir, meski sempat turun dalam beberapa tahun. Peningkatan signifikan terjadi sejak tahun 2011, dan posisi pada akhir Desember 2018 sebesar 43,94 miliar dolar AS. Terlepas dari kebutuhan dan manfaatnya, ULN BUMN kemudian ikut memberi tekanan pada Transaksi Berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia, karena harus membayar bunga dan cicilan.

Dilihat dari porsinya, ULN BUMN kini mencapai 23,05 persen dari total ULN swasta. Bandingkan dengan kondisi pada tahun 2007 yang masih 6.51 persen dan tahun 2010 sebesar 10,19 persen.

Jika diperhatikan, pertumbuhan sepanjang tahun 2018 adalah yang paling pesat, sebesar 32,16 persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling tinggi adalah pada BUMN yang bukan Lembaga keuangan, yakni sebesar 41,10 persen.  Sedangkan bank BUMN hanya bertambah 18,46 persen, dan BUMN Lembaga keuangan nonbank justru turun.

Peningkatan ULN BUMN tak dapat dilepaskan dari penugasannya untuk mendukung pembangunan sektor prioritas, seperti infrastruktur. Pihak terkait sering menjelaskan pula bahwa kenaikan utangnya diikuti kenaikan aset, kinerja, dan nilai perusahaan.

Dilihat dari denominasi ULN, maka porsi dolar Amerika masih amat dominan, mencapai 89,70 persen dari total ULN swasta. Porsi ini mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya, seperti tahun 2007 (85,91 persen) dan pada tahun 2012 (87,43 persen). Dilihat dari aspek ini, pengaruh kurs rupiah atas dolar AS justru makin besar terhadap beban utang.

Jika dilihat dari jangka waktu peminjaman, maka ULN swasta berjangka pendek (kurang dari sama dengan setahun) kini memiliki porsi sekitar 26,58 persen. Porsi ini memang cenderung stabil selama sebelas tahun terakhir. Namun, porsi lebih dari seperempat utang itu memberatkan jika kondisi ekonomi memburuk mendadak. Terutama jika depresiasi rupiah cukup signifikan, sementara korporasi swasta (termasuk BUMN) tersebut tidak memproduksi barang atau jasa yang diekspor.

Secara umum, kondisi terkini dari ULN swasta memang masih jauh lebih baik dibandingkan tahun 1997/1998. Masih terlihat aman jika dilihat dari besarnya cadangan devisa, kinerja NPI, dan bahkan tekanan atas Transaksi Berjalan yang tengah terjadi. Bank Indonesia pun dengan percaya diri mengatakan tentang keseluruhan ULN sebagai terkendali dan berstruktur sehat. Namun, kewaspadaan otoritas ekonomi atas dinamika ULN tetap diperlukan mengingat kondisi global belakangan ini yang masih mungkin akan menyulitkan di waktu mendatang. ULN BUMN mustinya salah satu yang bisa segera dikendalikan.

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah masalah bisa saja timbul dari korporasi swasta dan BUMN secara individual ataupun suatu industri. Salah satu faktor krusialnya adalah jika mereka memiliki ULN dalam denominasi dolar Amerika, namun produksinya dijual dalam rupiah di pasar domestik. (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…