Upaya Global Menekan Kasus Campak Alami Kemunduran

Upaya untuk menghentikan penyebaran campak dinilai mundur. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah kasus campak di seluruh dunia yang melonjak sekitar 50 persen pada 2018. Data ini digunakan WHO untuk menunjukkan bahwa tren negatif campak kembali muncul di tingkat global, termasuk di antaranya negara-negara kaya di mana penyebaran vaksin terkendali. "Data kami menunjukkan bahwa ada peningkatan substansial dalam kasus campak. Kami melihat ini terjadi di semua wilayah," ujar Direktur Imunisasi, Vaksin, dan Biologi WHO, Katherine O'Brien, melansir AFP.

Wabah campak terus terjadi berlarut-larut. "Cukup besar dan sedang tumbuh," kata O'Brien. Menurutnya, angka peningkatan 50 persen itu menunjukkan bahwa kita sedang berjalan menuju arah yang salah. WHO sendiri masih menunggu hingga April laporan beberapa negara lain yang belum melaporkan jumlah kasus campak yang terjadi sepanjang 2018.

Meski pendataan terbilang belum rampung, tapi angka itu bisa disebut sebagai penanda meningkatnya kasus campak. Sejauh ini, data yang telah diterima menunjukkan sekitar 229 ribu kasus campak. Angka itu jauh di atas 170 ribu keseluruhan kasus campak yang terjadi pada 2017.

Campak merupakan penyakit menular yang menyebabkan diare parah, radang paru-paru, dan kehilangan penglihatan. Dalam beberapa kasus, campak bisa berakibat fatal hingga menyebabkan kematian.

Penyakit ini dapat dengan mudah dicegah dengan dua dosis vaksin yang telah digunakan sejak 1960-an. Sayang, beberapa negara berkonflik dengan masyarakat terpinggirkan tak memiliki akses yang cukup untuk mendapatkan vaksin.

Sementara di negara-negara lainnya, peningkatan kasus campak dikaitkan dengan informasi yang salah mengenai vaksin. Hal ini berkaitan dengan klaim tidak mendasar yang mengasosiasikan campak dengan autisme. Klaim itu digerakkan oleh mereka yang tergabung dalam kelompok anti-vax atau anti-vaksin. "Kami mundur dari kemajuan yang telah dibuat. Kami mundur karena tidak memiliki alat untuk mencegah ini. Kami mundur karena kegagalan vaksinasi," jelas O'Brien.

Sebelumnya, Kasus campak di dunia melonjak hingga 30 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat peningkatan terbesar terjadi di sejumlah negara Eropa seperti Jerman. Melansir AFP, tren peningkatan kasus campak merupakan fenomena global dengan penyebab yang saling berbeda untuk setiap kawasan. Di Eropa, para ahli mengatakan bahwa peningkatan kasus campak disebabkan oleh informasi yang salah tentang vaksin.

Direktur Imunisasi, Vaksin, dan Biologis WHO, Martin Friede mengatakan bahwa pegiat medis membuat 'tuduhan' terhadap vaksin tanpa bukti. Hal itu, lanjutnya, secara tidak langsung berdampak pada keputusan orang tua untuk mengimunisasi anak.

Klaim tak berdasar itu kira-kira menyebutkan korelasi antara campak dengan autisme. Klaim itu telah tersebar di media sosial dan menimbulkan gerakan anti-vaksin. Sementara di Venezuela, peningkatan kasus campak disebabkan oleh krisis politik dan ekonomi yang memicu inflasi besar-besaran. Hal itu berujung dengan ketersediaan vaksin yang terbatas.

Yang lebih mengkhawatirkan, kata Friede, adalah adanya transmisi campak di negara-negara yang sebelumnya jarang terserang wabah campak. "Ini benar-benar kemunduran untuk kita," tegas Friede. Beberapa negara seperti Jerman, Rusia, dan Venezuela, sebelumnya telah berhasil mengeliminasi campak.

Berdasarkan pedoman WHO, pencegahan wabah campak membutuhkan 95 persen cakupan dari dosis pertama vaksin. Namun, kini cakupan vaksin hanya mencapai 85 persen selama beberapa tahun terakhir. Angka itu biasanya terjadi di daerah-daerah berpenghasilan rendah seperti Afrika, yang memiliki tingkat cakupan vaksin sebesar 70 persen pada tahun 2017 lalu. Campak adalah penyakit menular yang menyebabkan diare berat, radang paru-paru, dan gangguan penglihatan

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…