Pendanaan Pembangunan Berbasis Pasar

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Ekonomi dan Industri

 

Saving and investment gap tetap menjadi isu penting dalam pembangunan. Dan gap selalu cenderung ditutup dengan utang, bisa utang dalam negeri maupun utang luar negeri. Gap bisa disebut juga defisit dalam pendanaan. Utang luar negeri dibenarkan sepanjang masih dalam jangkauan kemampuan membayar,dan digunakan secara efektif untuk keperluan yang bersifat produktif, mampu memberikan ecpected return dan profitabilitas dan economic outcome yang tinggi.

Negara-negara maju maupun negara-negara berkembang selalu mempunyai agenda pembangunan. Namun arah dan kedalaman agenda pembangunannya tentu berbeda beda tergantung dari idiologi dan visi masing-masing bangsa, termasuk menyediakan sumber-sumber pendanaannya.

Dewasa ini, hampir seluruh negara-negara di dunia yang sudah menerapkan sistem kapital global semakin intens mengakumulasi sumber  dana pembangunan melalui mekanisme pendanaan berbasis pasar. Tidak lagi sepenuhnya bergantung pada mekanisme pendanaan multilateral, seperti Indonesia pernah lakukan di masa lalu.

Surat Berharga Negara (SBN) adalah salah contoh dimana Indonesia menarik dana untuk pembangunan yang bersandar pada market based mechanism. Berarti, utang negara atau utang swasta memiliki kesempatan yang sama menarik dana publik di pasar keuangan atau pasar obligasi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal yang demikian berarti kita tahu telah terjadi keniscayaan bahwa dana masyarakat menjadi sumber utama dana pembangunan. Sifatnya menjadi pinjaman komersial.

Sebab itu, penggunaannya harus selected untuk hal-hal yang produktif, mampu expected return dan profitable, serta menciptakan economic outcome-nya tinggi. Proyek-proyek pembangunan yang tidak memenuhi kreteria tersebut sebaiknya tidak dipaksakan untuk dibangun karena harga sebuah likuiditas makin mahal.

Berdasarkan praktik yang terjadi semacam itu, maka penulis berpendapat bahwa APBN yang sumber dananya sebagian besar  berasal dari pajak, bea masuk, dan hibah menjadi tidak realistis untuk menjadi dana pembangunan karena tidak pernah akan mencukupi. Sehingga lebih baik, APBN dipakai untuk membiayai kebutuhan rutin dan pelayanan publik.

Pikiran sederhananya adalah bahwa dana pembangunan dan investasi pemerintah lebih baik dikelola secara terpisah oleh Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia seperti yang pernah direncanakan untuk dibentuk oleh pemerintah yang hingga kini tak kunjung lahir.

Konsekuensi dari adanya pemahaman seperti itu maka, otoritas fiskal dan moneter menjadi lebih fokus untuk melakukan koordinasi yang lebih efektif mengelola kebijakan makro ekonomi untuk menangani inflasi, menstimulasi investasi modal, mengelola nilai tukar mata uang, mengelola kebijakan fiskal, dan menangani kejutan-kejutan dari luar yang bisa mengganggu stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Best praktisnya sudah ada yaitu ketika fungsi pengawasan lembaga keuangan ditangani oleh OJK dan penjaminan simpanan dilakukan oleh LPS.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…