Waspadai Ekonomi Global Suram

Peringatan Bank Dunia yang terungkap dalam laporan terbarunya berjudul “Global Economic Prospect: Darkening Skies” menyiratkan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global tahun ini diprediksi lebih suram. Secara keseluruhan, pertumbuhan global semula 3% direvisi menjadi 2,9% (2019) dan 2,8% pada 2020-2021. Artinya, kondisi perekonomian di negara maju dan berkembang pun tidak jauh berbeda.

Tidak hanya itu. IMF memangkas proyeksi ekonomi global dari sebelumnya 3,7% menjadi 3,5% pada 2019. Namun pada 2020 perekonomian global diproyeksi mulai membaik dan bisa mencapai 3,6%. Artinya, ekonomi dunia akan tumbuh lebih lambat dari yang diharapkan, setelah dua tahun sebelumnya ada ekspansi yang kuat.

Menurut laporan IMF, perekonomian global masih tertekan oleh pengaruh masalah yang terjadi di negara berkembang seperti Turki dan Argentina. IMF juga menyebutkan ketegangan dagang antara dua negara raksasa, Amerika Serikat dan China dinilai masih penuh ketidakpastian yang memberi efek perlambatan ekonomi global.

IMF juga memproyeksi turun pertumbuhan ekonomi negara maju menjadi 2% pada 2019 dan 1,7% pada 2020. Sedangkan untuk negara berkembang, IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5% pada 2019, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 4,7%. Sedangkan untuk 2020, perekonomian di negara berkembang diproyeksi membaik jadi 4,9%.

Faktor perlambatan ekonomi China dan kemungkinan “No Deal” Brexit juga dianggap menjadi faktor risiko terhadap proyeksi IMF tersebut. Ini artinya, global masih dibayang-bayangi pelemahan prospek lebih lanjut. Adapun “No Deal” Brexit merujuk pada kemungkinan Inggris meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun tentang hubungan di masa depan.

Memang benar, pelemahan ekonomi dunia diduga berdampak negatif bagi Indonesia. Untuk itu yang perlu diwaspadai oleh pemerintah, adalah melemahnya permintaan komoditas, terutama dari China, yang masih menjadi pasar utama ekspor minyak sawit dan batu bara Indonesia. Kemudian, kemungkinan arus keluar dana asing dari pasar keuangan ke aset yang dinilai aman dan perlambatan investasi asing langsung (foreign direct investment-FDI).

Meski demikian, perlambatan pertumbuhan ekonomi di negeri Panda itu akan mengundang respon dari pemerintahnya dalam bentuk kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar. Ini bersamaan dengan kebijakan longgar di AS dan Eropa, dampak kebijakan tersebut tentu akan berdampak positif mendorong aliran modal ke pasar keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dana asing yang masuk (capital inflow) juga akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Pelemahan ekonomi AS juga membuat The Fed kemungkinan hanya dua kali menaikkan bunga acuan pada tahun ini, dibandingkan tahun lalu menaikkan suku bunga hingga empat kali untuk menyeimbangkan pertumbuhan negeri adikuasa itu. Karena itu, kalangan ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) pun tidak lagi agresif dibandingkan tahun lalu, BI menaikkan suku bunga acuan sebanyak enam kali hingga 175 basis poin (bps) ke posisi 6% sebagai respon atas kebijakan The Fed.

Kendati dibayangi kondisi suramnya perekonomian global, sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5,0% hingga 5,1%. Sementara target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% tahun ini bisa dicapai dengan memacu konsumsi, investasi, dan ekspor. Kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah harus diarahkan untuk mendorong sektor swasta berekspansi.

Selain itu, iklim investasi harus makin kondusif bagi pelaku usaha agar mereka mau berinvestasi. Artinya, pemerintah harus lebih serius lagi memperbaiki iklim investasi agar investor asing merealisasikan rencana investasinya dengan mudah. Semua peraturan yang tumpang tindih, birokrasi perizinan harus dipangkas dan dibenahi tuntas.

Pemerintah Pusat dan Daerah sudah saatnya dituntut mampu membuat harmoni di antara kebijakannya agar investor tidak ragu menanamkan modalnya. Begitu pula ketersediaan infrastruktur yang efisien akan semakin menekan biaya logistik sehingga dunia usaha kita bisa bersaing di arena internasional. Semoga!

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…