Waspadai Praktik Politik Uang

Pelaksanaan Pemilu dan Pileg yang bersamaan pada 17 April 2019 akan menjadi perhatian apparat keamanan, khususnya Polri. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pernah menyebutkan keamanan dan kelancaran penyelenggaraan Pemilu itu sebagai tantangan utama yang dihadapi institusinya pada tahun ini. Pasalnya, pelaksanaan pemilu masih diwarnai oleh adanya politik identitas atau isu Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan (SARA), ujaran kebencian, hoaks dan black campaign.

Kita mendukung langkah Kapolri tersebut, karena memang tugas polisilah untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kamtibmas yang terpelihara akan membuat pesta demokrasi lima tahunan itu tidak meninggalkan “luka”. Tetapi, kalau hanya itu, tidak perlulah menjadi tantangan utama yang harus disikapi Polri dengan atensi penuh. Karena tugas memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum untuk pelanggaran seperti ujaran kebencian, hoaks atau menyinggung SARA, sudah menjadi tugas utama kepolisian.

Selain itu, Polri juga harus masuk ke wilayah lain yang jauh lebih istimewa untuk membuat Pemilu serentak kali ini agar benar-benar berkualitas. Penyelenggaraan pemilu memang menjadi tugas KPU. Tetapi menciptakan pemilu yang berkualitas tanggung jawab semua pihak.  Wilayah rawan itu antara lain penindakan praktik politik uang.

Dalam Pilkada serentak di 171 daerah pemilihan kemarin, Kapolri membentuk Satgas Anti-Politik Uang dengan melibatkan KPK dan bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu.  Hasilnya, Satgas Antipolitik Uang itu memproses 25 kasus tindak pidana politik uang. Bawaslu sendiri mencatat, ada 35 kasus dugaan politik uang.

Menurut keterangan Tito dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR pada 19 Juli 2018, dari 25 kasus tersebut sebanyak 11 kasus telah selesai penyelidikannya dan masuk ke tahap penyidikan. Tiga kasus sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan. Sedangkan sembilan kasus masih dalam proses penyidikan dan dua kasus dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti.

Kita tentu mengapresiasi tugas Polri tersebut. Namun, tanpa berprasangka buruk, layak menjadi pertanyaan, apa benar hanya segitu? Kalau hanya sekecil itu berarti politik uang bukanlah ancaman. Padahal, banyak pihak mengatakan, pemilu di negeri ini sangat rawan politik uang.

Padahal pemetaan Bawaslu menjelang Pilkada kemarin menyebutkan ada kerawanan politik uang terjadi di 26.789 TPS. Jika dari 26.789 TPS itu hanya terjadi 25 kasus politik uang (atau 35 kasus versi Bawaslu), berarti pilkada kita memang bersih.

Apabila benar hanya terjadi 25 kasus politik uang, dan dua kasus di antaranya tidak cukup bukti, berarti pilkada kemarin luar biasa bersih. Dikatakan bersih, karena ini adalah pilkada raksasa: Diikuti oleh 569 pasangan calon kepala daerah, pemilihan tersebar di 385.082 TPS di 62.969 kelurahan/desa yang berada di 5.380 kecamatan. Bagaimana tidak luar biasa bersih, karena hanya 4,39% dari jumlah pasangan calon itu yang terlibat politik uang. Artinya, 95% lainnya sungguh teruji integritas pribadinya.

Kita tentu berharap, kebenaran seperti itu juga terjadi dalam pemilu mendatang. Namun, perlu diperhatikan, pemilu serentak 2019 ini jauh lebih besar magnitude-nya ketimbang pilkada serentak 2018. Karena sekaligus memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD dengan jumlah pemilihnya sebanyak 185.994.249 orang, tersebar di 514 Kabupaten/Kota pada 34 provinsi dengan 801.291 TPS. Jelas, tingkat kerawanan politik uang pasti lebih tinggi. Aktor yang bermain pun jauh lebih banyak.

Karena itu, titik berat konsentrasi Polri sebaiknya mengarah ke soal ini, khususnya ke pemilihan presiden. Pencegahan dan penindakannya politik uang harus benar-benar maksimal. Sebab, ini adalah ajang memilih pemimpin negara, orang tertinggi di republik ini, orang yang akan mengemudikan Indonesia lima tahun ke depan. Oleh karena itu prosesnya mesti dijaga sebersih mungkin.

Sebenarnya tidak sulit bagi polisi menangkap pelaku politik uang. Dibandingkan dengan kesulitan memburu teroris, meringkus penjahat pemilu dapat dikatakan sangat mudah.  Membongkar praktik politik uang itu sebenarnya seperti berburu di kebun kosong. Sasarannya jelas, tempat kejadian perkara (TKP) jelas dan aktornya pasti ada, sehingga Polri dapat menindak tegas tanpa pandang bulu para pelakunya.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…