Tekan Defisit Migas

Meski Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini inflasi akan tetap terkendali tahun ini yang diprediksi berada di bawah 3,5%, ini tentu harus dengan jaminan pemerintah mampu menyiapkan ketersediaan maupun distribusi pangan yang jauh lebih cukup. Ini juga tantangan untuk meningkatkan koordinasi antara pemerintah, BI, dan berbagai pihak termasuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Jika BI berani menjamin inflasi relatif rendah pada tahun ini, lain halnya dengan defisit neraca perdagangan migas yang pada 2018 mencapai US$ 12,4 miliar seharusnya tidak boleh terjadi lagi pada 2019. Pasalnya, defisit neraca migas  yang besar itu menelan habis surplus neraca perdagangan nonmigas yang pada periode yang sama mencapai US$ 3,8 miliar.

Kita melihat penyebab utama membengkaknya defisit migas adalah impor BBM. Pada  2018, impor minyak mentah dan BBM mencapai US$ 29,8 miliar, naik dari US$ 24,3 miliar tahun 2017. Lonjakan yang begitu besar adalah impor hasil minyak atau BBM yang pada 2018 sebesar US$ 17,6 miliar, lebih besar dari 2017 sebesar US$ 14,5 miliar.

Patut disadari semua pihak, bahwa Indonesia sekarang sudah menjadi net oil importer country. Tapi, impor BBM yang begitu besar benar-benar tidak normal.  Impor BBM tahun 2018 melesat 21% dari setahun sebelumnya. Mengapa ada lonjakan impor BBM yang begitu besar ini? Meski tidak ada keterangan resmi pemerintah, kenaikan impor BBM yang Amat besar adalah dampak langsung dari kebijakan pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi dan juga sejumlah BBM nonsubsidi.

Defisit neraca perdagangan ini sangat serius karena sejumlah alasan. Pertama, inilah defisit neraca perdagangan terbesar sepanjang sejarah Republik. Kedua, selama tiga tahun berturut-turut, 2015 hingga 2017, neraca perdagangan Indonesia surplus, masing-masing US$ 7,7 miliar, US$ 9,5 miliar, dan US$ 11,8 miliar.

Ada alasan ketiga yang sangat krusial, yakni dampaknya terhadap rupiah dan perekonomian secara keseluruhan, membesarnya defisit neraca perdagangan juga terkait dengan melebarnya current account deficit (CAD) atau defisit neraca transaksi berjalan. Akibat besarnya defisit neraca perdagangan, CAD tahun 2018 bisa menembus US$30 miliar atau 3,5% dari PDB, tentu berdampak pada neraca pembayaran yang sempat positif akan kembali negatif.

Ini semua isu yang memukul kurs rupiah. Jika saat ini nilai tukar menguat ke level Rp 14.100- Rp 14.300 per dolar AS, situasi ini sangat sementara. Penguatan rupiah lebih disebabkan oleh masuknya aliran modal jangka pendek atau capital inflow yang mengincar sejumlah instrumen investasi portofolio. Dolar kini kembali keluar meninggalkan kandang menyusul sinyal bank sentral AS yang hanya menaikkan suku bunga dua kali atau 50 basis poin Fed Fund Rate (FFR) ke level 3,00% tahun ini.

Karena itu, diperlukan langkah serius, sistematis, dan konsisten menurunkan defisit dan membuat neraca perdagangan kembali surplus. Pertama, defisit neraca perdagangan migas 2018 yang mencapai US$ 12,4 miliar tak boleh lagi terjadi.

Kebijakan ini menyebabkan disparitas harga BBM yang sangat besar, dan celakanya, perbedaan harga itu dimanfaatkan para pengusaha hitam untuk mencari "uang mudah" di laut. Sebagian kapal ikan yang pernah dilarang operasi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, kini kembali beroperasi. Kapal-kapal ini ditengarai menjual BBM di tengah laut. Untuk itu, saatnya pemerintah memanfaatkan TNI Angkatan Laut untuk menyisir perairan Indonesia untuk memberantas penyelundupan BBM.

Tidak hanya itu. Rencana pemerintah untuk memanfaatkan batu bara cair dan menggunakan mobil listrik perlu segera direalisasikan. Mobil listrik sudah banyak digunakan di luar negeri. Penggunaan mobil listrik akan menambah permintaan terhadap energi listrik. Tren ini akan membantu pembelian listrik tenaga uap yang berasal dari bahan baku batu bara.

Kedua, mendongkrak ekspor nonmigas dengan memperkuat industri manufaktur serta sektor mineral dan batu bara (minerba). Ketika harga komoditas di pasar global menurun, Indonesia harus meningkatkan ekspor produk industri, mulai dari industri hasil pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, hingga industri manufaktur. Untuk menopang industri manufaktur, Indonesia saatnya perlu memiliki industri dasar dan barang modal. Semoga!

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…