Permintaan Air Minum 2019 Diprediksi Tumbuh 10%

NERACA

Jakarta – Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) memprediksi, permintaan air minum dalam kemasan akan tumbuh 10 persen pada 2019 karena berbarengan dengan tahun politik.

Ketua Aspadin, Rachmat Hidayat kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, sebagaimana disalin dari Antara, mengaku optimistis dengan pertumbuhan itu sebab melihat kondisi di Indonesia juga sangat kondusif. "Kalau keadaannya kondusif, tentu akan berdampak positif terhadap konsumsi minuman itu sendiri, sebab hal itu menjadi satu di antara faktor pendorong konsumsi air minum dalam kemasan di Indonesia," katanya.

Sementara itu untuk mengantisipasi tingginya permintaan, Rachmat mengaku telah melakukan sejumlah persiapan bersama anggota Aspadin lainnya, salah satunya mempersiapkan produksi.

Selain itu, juga dilakukan penambahan pasokan atau persediaan untuk menunjang permintaan serta memperluas gudang atau menyewa gudang untuk menyimpan persediaan. "Semua kami siapkan untuk mengantisipasi persediaan yang kami harapkan ada kenaikan tahun ini, salah satunya gudang logistiknya," katanya.

Terkait produksi 2018, Rachmat menyebutkan, sepanjang 2018 tercatat mencapai 29 miliar liter secara nasional, dengan konsumsi terbesar wilayah Jawa-Bali dengan porsi 60 persen. Setelah itu, disusul daerah Sumatera, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya.

Ia berharap, pertumbuhan produksi air minum dalam kemasan terus positif, dan regulasi perizinan penggunaan sumber air semakin diperlancar dan dipermudah sebab kendala utama selama ini memang ada di perizinan khususnya di sumber air yang kurang. "Tahun ini kami berharap regulasi lebih kondusif dan rancangan sumber daya air juga kondusif untuk industri," katanya.

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memprediksi industri makanan dan minuman pada 2018 tumbuh sesuai proyeksi yakni 8-9 persen. "Kalau kita lihat di 2018, perkiraan saya tumbuh 8-9 persen dan ini masih masuk dalam proyeksi di awal tahun," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman saat dihubungi di Bengkulu, disalin dari Antara.

Menurut Adhi, industri yang menjadi andalan ini sempat menghadapi beberapa tantangan pada 2018, di antaranya adalah pelemahan rupiah, yang membuat harga pokok produksi meningkat.

Pada situasi demikian, lanjutnya, industri biasanya menaikkan harga, namun hal tersebut tidak dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat. "Jadi, harusnya menaikkan harga, tapi tidak, karena strategi yang dilakukan adalah menjaga margin, sehingga daya beli tidak turun," ungkap Adhi.

Menurut dia, belum terjadi peningkatan signifikan terhadap daya beli masyarakat kelas bawah pada 2018. Namun, daya beli masyarakat kelas atas justru dinilai tidak terpengaruh oleh berbagai persoalan ekonomi.

Produk makanan dan minuman dalam negeri juga masih lebih diminati daripada produk impor, yang dibuktikan dari total peredaran pangan olahan dalam negeri mencapai Rp1.700 triliun, dengan peredaran pangan olahan impor hanya sekitar enam persennya atau Rp120 triliun. "Ke depan, saya lihat pertumbuhannya masih bagus, meskipun belum ada satu faktor untuk mendongkraknya," pungkas Adhi.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyebut belum semua industri tekstil siap menerapkan Revolusi Industri 4.0. "Tergantung kondisinya. Untuk Karawang dan Bogor itu sudah keharusan. Kalau di Jawa Tengah itu belum memungkinkan karena padat modal dan tenaga kerja," kata di Jakarta, disalin dari Antara.

Menurut Ade, para pengusaha mempertimbangkan banyak hal dalam menerapkan Industri 4.0, salah satunya adalah permodalan. "Semua berhitung investasi berapa, tenaga kerja berapa, selama lima tahun ke depan bagaimana, harus cermat," ujarnya.

Menurut dia, jumlah industri tekstil yang telah menerapkan Revolusi Industri 4.0 saat ini kurang dari 10 persen. Industri tekstil merupakan satu dari lima sektor industri yang diprioritaskan untuk menerapkan program Making Indonesia 4.0. Adapun empat sektor lainnya yang juga menjadi prioritas yakni industri otomotif, industri elektronika, industri makanan dan minuman dan industri kimia.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…