Hukum Maksimal Koruptor Bencana

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) baru-baru ini di Jakarta, terkait transaksi suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian PUPR.

Mereka yang  diduga melakukan korupsi dana bencana adalah 4 tersangka pemberi suap: Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto Direktur PT WKE Lily Sundarsih Dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo. Lalu 4 tersangka yang diduga sebagai penerima suap adalah: Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis Lampung Anggiat Partunggul Nahat Simaremare, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.

Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, tersangka Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3, Lampung, Toba 1, dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Lelang diduga diatur sedemikian rupa agar dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp 50 miliar, PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp 20 miliar. Selama tahun anggaran 2017-2018, kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp 429 miliar.

Proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai Rp 210 miliar. PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee 10% dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7% untuk Kepala Satker dan 3% untuk PPK.

Dari OTT tersebut KPK menyita total barang bukti yang diamankan terdiri dari uang pecahan rupiah, dollar AS dan Singapura sejumlah Rp 3.369.531.000, 23.100 dollar Singapura dan US$3.200.  “KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini salah satunya terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum di daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang baru saja terkena bencana tsunami September lalu,” ujar Saut.

Nah, harusnya hukuman yang pantas bagi koruptor dana bencana adalah hukuman mati. Namun masalahnya, pemerintah belum menetapkan status bencana nasional untuk daerah Donggala, Palu. Adapun sanksi pidana mati diatur bagi pelaku korupsi dana kemanusiaan diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dan diperbarui dengan UU  No. 20 tahun 2001 tentang Tipikor.

Mungkin yang lebih pas nanti, jaksa penuntut umum (JPU) harus menuntut maksimal sesuai pasal 2 ayat 1 berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kasus korupsi dana bencana di Donggala, Palu, ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Sebelumnya banyak kasus serupa seperti Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Lili Hambali Hasan, tersangkut kasus korupsi dana bencana alam dan pembangunan Islamic Center di Purwakarta sebesar Rp 3,7 miliar. Oleh Pengadilan Negeri Purwakarta pada November 2008, Lili divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan dan diwajibkan mengembalikan uang negara Rp 150 juta.

Kemudian Gubernur Banten Djoko Munandar divonis 2 tahun dan denda Rp 100 juta dalam kasus korupsi penyelewengan dana bencana alam senilai Rp 14 miliar. Joko meninggal dunia pada 4 Desember 2008 pada usia 60 tahun. Dan, masih banyak lagi kasus serupa di berbagai daerah. Untuk itu, tim JPU yang menangani setiap perkara korupsi dana bencana tidak perlu ragu untuk menuntut pelakunya dengan tuntutan pidana maksimal, bahka bila perlu pidana mati, sebagai upaya memberikan efek jera terhadap koruptor dan calon koruptor di samping merampas harta hasil korupsinya disita oleh negara. Semoga!

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…