Tanpa Bias Gender

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Pemerintah bersama KPK berusaha meredam maraknya korupsi di republik ini dengan membuat MoU melibatkan 4 kementerian dan telah ditandatangani Selasa 11 Desember dengan Mendagri Tjahjo Kumolo, Mendikbud Muhajir Effendi, Menag Lukman Hakim dan Menristekdikti Mohamad Nasir. Urgensi MoU itu adalah dibentuknya kurikulum pendidikan anti korupsi yang akan diajarkan di semua jenjang pendidikan mulai dasar, menengah, atas dan di perguruan tinggi. Harapannya agar perilaku korupsi bisa diredam karena faktanya korupsi cenderung semakin meningkat.

Bahkan di era otda dan 10 tahun  lebih era reformasi ternyata trend kejahatan korupsi tidak menurun, tapi secara kuantitas dan kualitas justru meningkat dan karenanya sangatlah beralasan jika predikat negara korup telah disematkan sejumlah lembaga perating internasional. Independensi hasil survei mereka memberikan gambaran betapa korupsi masih sangat leluasa di republik ini yang konon katanya telah sukses melakukan gerakan reformasi. Ironisnya, sejak gaung era reformasi ditabuh 1998 tapi faktanya KKN justru semakin tumbuh subur dan wajar jika kemudian muncul pernyataan bahwa kejahatan korupsi di republik ini ibarat kanker stadium 4. Yang justru menjadi pertanyaan adakah upaya preventif mencegahnya?

Jika dicermati sejatinya berbagai kejahatan korupsi bermodus sama yaitu mark up biaya anggaran, penggunaan dana fiktif, jual beli jabatan dengan regulasi rotasi, mutasi dan promosi, suap perijinan, dan mark up anggaran. Hebatnya lagi meskipun ada berbagai sandi yang digunakan para koruptor untuk menghilangkan jejak namun KPK berhasil menciumnya dan akhirnya sejumlah koruptor tidak berkutik karena terciduk OTT oleh KPK.

Selama 2018 telah puluhan kepala daerah terjerat OTT dan ironisnya tidak ada efek jera sekalipun. Bahkan, sejumlah tersangka dengan santainya melambaikan salam metal seolah tanpa rasa bersalah dan tidak ada rasa malu ketika disorot puluhan media. Jika sudah demikian mungkin ada benarnya juga tentang prediksi kehancuran republik ini jika tidak ada upaya preventif dan serius untuk mereduksi kejahatan korupsi.

Sistematis

Temuan KPK tentang berbagai sandi dari para koruptor memberikan keyakinan bahwa mereka memang berniat memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan jabatan publik yang diembannya. Oleh karena itu, benar adanya jika pasca pilkada serentak kemarin dan juga rencana pileg 2019 mendatang akan ada banyak lagi kepala daerah dan pejabat publik yang akan terciduk OTT oleh KPK. Paling tidak asumsinya adalah tuntutan untuk bisa secepatnya balik modal dan publik juga yakin bahwa cara tercepat untuk bisa balik modal adalah dengan kegiatan korupsi, baik itu secara mandiri atau berjamaah.

Artinya, kasus korupsi berjamaah yang melibatkan mayoritas wakil rakyat di Malang memberi pelajaran bahwa carut marut pesta demokrasi di republik ini tidak hanya DPT ganda tapi juga pasca pesta demokrasi itu sendiri ketika akhirnya banyak yang terciduk OTT. Hal ini menjadi argumen pentingnya pembangunan kurikulum pendidikan anti korupsi yang akan efektif berlaku pada Juni 2019 bertepatan dengan tahun ajaran baru mendatang.

Fakta lain dibalik ironi pemberantasan korupsi adalah terjadinya gejala sistemik dibalik perilaku korup. Argumen yang mendasari adalah kekuatan politik dinasti yang ada di republik ini. Memang tidak bisa disalahkan ketika bapaknya menjabat sebagai kepala daerah kemudian berhasil membangun pundi-pundi kekuasaan akhirnya giliran sang istri menjadi kepala daerah menggantikannya dan kemudian beralih kekuasaan itu ke anak dan menantu. Konsekuensi dari fenomena ini adalah kasus korupsi yang tidak lagi bias gender. Betapa tidak, rentang waktu 2018 ternyata kejahatan korupsi tidak hanya milik kaum pria yang notabene memang dominan menduduki sejumlah jabatan publik, namun kini ada beberapa kaum wanita yang juga terjerat kasus korupsi. Ironisya, mereka tidak hanya menjadi tersangka, tapi juga terdakwa dan ada diantaranya yang sudah masuk bui.

Fenomena ini seolah mengerdilkan semangat memerangi korupsi di republik ini. Oleh karena itu, beralasan jika kriminalisasi terhadap KPK akan terus terjadi dan wajar saja jika kasus Novel Baswedan tidak akan pernah bisa terungkap karena memang tidak ada niatan mengungkapnya. Keyakinan ini sama kasusnya ketika kasus-kasus korupsi yang berskala kecil terus dibongkar sementara mega skandal korupsi tidak akan pernah tuntas. Paling tidak skandal BLBI yang merugikan negara triliunan rupiah masih terus menguap entah sampai kapan.

Meski demikian, patut juga untuk bersyukur karena mega skandal korupsi e-ktp bisa dituntaskan walaupun hanya menyasar kakap menengah sekelas SN.  Yang menarik dicermati adalah licinnya SN sehingga berbelit dan berdalih bakpao juga meski akhirnya tetap masuk bui setelah memerankan berbagai skenario yang unik - lucu. Belajar dari sejumlah kasus korupsi beralasan jika kurikulum pendidikan anti korupsi perlu dicanangkan dan diterapkan untuk semua level pendidikan, tidak saja di dasar tapi juga menengah dan atas serta di perguruan tinggi, apalagi koruptor wanita juga semakin banyak terjadi di republik ini.

Jejaring

Kekhawatiran atas keterlibatan sejumlah wanita dalam lingkaran kasus korupsi memang harus diwaspadai karena imbasnya adalah kepercayaan publik dan demokrasi sangatlah rentan dengan aspek kepercayaan. Jika banyak kader parpol yang menjadi pejabat publik akhirnya terciduk OTT KPK maka jangan salahkan jika nantinya publik antipati kepada parpol dan akhirnya tingkat partisipasi di pesta demokrasi menjadi kecil. Betapa tidak, maraknya kejahatan korupsi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya oleh KPK.

Fakta ini menegaskan bahwa pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri juga harus berkomitmen mereduksi korupsi melalui keterwakilannya di parpol, begitu juga parpol harus berani campur tangan mengawasi kadernya yang menduduki jabatan publik untuk meneguhkan pakta integritas meredam korupsi sedari dini dan dimulai dari kadernya.

Fakta keterlibatan wanita dalam rentetan kasus korupsi dipastikan tidak akan berhenti di kasus Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin yang terciduk KPK karena dugaan suap perijinan proyek Meikarta di Cengkareng, Bekasi, Jawa Barat. Beberapa lainnya yang terjerat korupsi misal Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Subang Imas Aryumningsih, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, Walikota Cimahi Atty Suharti, Walikota Tegal Siti Masitha, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan.

Fenomena ini sekaligus menguatkan bahwa keterwakilan kaum wanita dalam demokrasi ternyata berpengaruh signifikan dengan keterlibatannya di sejumlah kasus korupsi sehingga kejahatan korupsi tidak lagi bias gender. Bahkan di era otda dengan berbagai pemekarannya justru akan semakin banyak koruptor wanita. Jadi, kita tunggu efektifitas kurikulum pendidikan anti korupsi untuk mereduksi korupsi.

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…