Kepentingan Politik Hambat Ketahanan Energi

NERACA

Jakarta – Ketahanan energi yang dicita-citakan diyakini tidak akan tercapai jika pengelolaannya masih dipengaruhi berbagai kepentingan politik. Hal itu bisa dilihat langsung dengan jalan ditempatkannya berbagai proyek strategis sektor energi yang ada di Indoesia. Muhammad Said Didu, pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN mengatakan, kondisi maju mundurnya proyek kilang Pertamina menjadi salah satu contoh nyata bagaimana kepentingan politik menjadi rintangan terbesar dalam mewujudkan ketahanan energi.

Pada awal proyek kilang diluncurkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ditunjuk untuk memimpin tim guna bernegosiasi dalam kerja sama dengan pemerintah Arab Saudi dalam proyek kilang. Tapi ditengah perundingan yang ingin dimulai, tiba-tiba Sudirman Said diminta pulang kembali ke Indonesia. Padahal diwaktu yang sama Presiden Joko Widodo sedang berada di Rusia untuk membicarakan pula masalah proyek kilang.”Presiden ke Rusia, lalu di Timur Tengah minta dibatalkan perundingannya. Itu yang merusak, jangan heran raja Arab Saudi marah (saat itu),” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, selama politik masih menjadi alat penentu kebijakan energi, jangan pernah harap tercapai ketahanan atau kedaulatan energi. Said Didu berpendapat bahwa hal yang harus dilihat adalah dari sisi permintaan dan pasokan seperti berapa jumlahya dan siapa pengelolaanya serta bagaimana kemampuan finansialnya.

Dia mengingatkan bahwa pada tahun 2050 mendatang, berdasarkan sejumlah kajian menunjukkan bahwa Republik Indonesia akan berada di posisi empat besar pengunaan energi global. Untuk itu, ujar dia, pemberdayaan dan pemanfaatan sektor energi jangan sampai menjadi pendapatan ekonomi, tetapi harus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.”Selama keputusan dalam sektor energi digunakan untuk mengobyektifkan kepentingan subyektif, lupakan kedaulatan energi," ucapnya.

Said menginginkan agar pemerintah dapat konsisten dalam menerapkan kebijakan terkait energi dan hanya berdasarkan hal-hal populis. Hal senada, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menuturkan, pencitraan politik dapat berakibat membuat BUMN perminyakan merugi misalnya karena harus kehilangan anggaran untuk subsidi agar harga BBM-nya tidak naik.

Disampaikannya, dirinya tidak faham atas keterlambatan pemerintah yang menginginkan Pertamina untuk mempercepat revitalisasi dan pembangunan kilang minyak baru agar impor BBM bisa berkurang nampaknya mengalami kelambatan. Direktur IRESS, Marwan Batubara mengaku tidak faham atas keterlambatan tersebut.”Kita tidak faham apa yang menjadi penyebab utama terlambatnya pembangunan kilang. Namun demikian, IRESS ingin mengingatkan pemerintah yang diyakini telah ikut berkontribusi atas keterlambatan tersebut,”ungkapnya.

Marwan menambahkan, IRESS juga yakin adanya pengaruh asing terhadap oknum di sekitar kekuasaan guna menghambat pembangunan kilang dengan tujuan agar Indonesia tetap menjadi pengimpor BBM dalam jumlah besar.“Kami sebagai anak bangsa menuntut agar seluruh kebijakan yang menghambat terutama beban subsidi harus segera dikoreksi. Kami juga meminta untuk mengoreksi kebijakan yang mempermudah asing dalam menjalankan bisnisnya yang mengancam eksistensi BUMN,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengapresiasi pembangunan Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan. Meski dirinya menyayangkan pembangunan yang agak terlambat ini menjadikannya kehilangan momentum, pasalnya dulu semasa menjabat menjadi Dirut Pertamina, dirinya menargetkan enam proyek enam kilang ini rampung di 2023."Iya, syukurlah jalan meski agak terlambat ya. Sayang, kita kehilangan momentum harga minyak rendah, kalau dulu terlaksana, pasti investasinya lebih rendah dari sekarang," ujar Dwi.

Kendati terlambat, dirinya pun mengapresiasi manajemen Pertamina yang berani menindaklanjuti pembangunan proyek kilang ini. Ia menilai, lebih baik terlambat daripada tidak dibangun sama sekali."Tapi, okelah, yang penting jalan, dan ternyata ada manajemen yang berani menindaklanjuti," ujarnya.

Pembangunan RDMP Kilang Balikpapan akan dilakukan oleh Joint Operation 4 perusahaan dalam dan luar negeri yakni SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri, dan PT PP (Persero) Tbk, dengan kontrak pembangunan RDMP Balikpapan mencapai Rp 57,8 triliun atau US$ 4 miliar. bani

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…