Batam Butuh Regulasi Pasti

 

Oleh: Dr. Enny Sri Hartati

Direktur Indef

Pertama, kita sering gagal paham. Dulu pak Habibie membangun Batam adalah sebagai lokomotif industrialisasi di Indonesia karena Batam bisa langsung didesain secara cepat. Kebetulan Batam waktu adalah lahan kosong yang tidak ada penghuninya, dan lokasinya sangat strategis dan “enclaves”. sehingga pemerintah ketika itu memfasilitasi Batam dengan full service, sampai semua dibebaskan dengan tujuan memberikan nilai tambah.

Mimpi Batam adalah sebagai daerah yang sangat kaya akan sumber daya yang ketika Indonesia berniat menjual sumber daya alamnya, didahului dengan proses pengolahan lebih dulu di Batam, baru keluar.

Sebaliknya, kalau Indonesia butuh segala sesuatu untuk perekonomian dalam negeri, maka Batam bisa kita manfaatkan sebagai penyimpanan awal barang dari luar negeri, diverifikasi, baru kemudian boleh masuk ke Indonesia. Batam kita tempatkan sebagai “ruang tamu” untuk menjamu “tamu” dari luar.

Kalau itu dilakukan, maka kita tidak akan mengalami kegagalan seperti sekarang. Mestinya kalau konsep Batam bisa berjalan sukses maka Indonesia tidak usah lagi mengekspor komoditas, dan seluruh penetrasi impor kita akan masuk ke seluruh pulau-pulau yang ada di Indonesia. Mestinya seperti itu.

Memang, pada perjalanannya kemudian ada pergantian rezim. Dulu Batam didedikasikan untuk industrialisasi dan sebagainya, tapi dengan adanya otonomi daerah kemudian muncul yang disebut “Dualisme”. Dualisme itulah yang meluluhlantakkan idealisme atau mimpi kita untuk membangun Batam.

Diketahui memang setelah reformasi posisi Batam terus menurun kinerjanya dan banyak industri yang hengkang dari sana. Bahkan di Batam sekarang malah terjadi disorientasi. Batam yang semula untuk industri saat ini malah banyak diiklankan penjualan properti. Itu artinya telah terjadi disorientasi.

Beberapa kali pengelola Batam juga diganti. Yang menjadi persoalan memang, apakah itu terjadi karena ketidakprofesionalan pengelola Batam? Menurut saya tidak.

Persoalannya memang terjadi dualisme otoritas yang ada di Batam. Tetapi sekarang dengan adanya 2 otoritas tadi, apakah dengan membubarkan atau mengalihkan BP Batam ke Pemko Batam akan menyelesaikan masalah?

Menurut saya hal itu akan menambah masalah karena akan menciptakan ketidakpastian yang ada di Batam. Mengapa muncul asumsi ketidakpastian, karena Pemko itu tugasnya adalah infrastruktur kepala daerah, atau jabatan politik. Sementara dimana-mana yang namanya tatakelola kawasan industri adalah tatakelola yang bebas dari kepentingan politik.

Itu syarat utama dari tatakelola kawasan industri. Harus bebas dari kepentingan politik dan dikelola secara professional dan dengan penuh kepastian.

Kalau Batam dikelola oleh pemerintahan daerah, sementara pemerintah daerah itu punya kewajiban harus mengadakan pemilihan 5 tahun sekali, dan juga sangat tergantung kepada kepentingan politik, bagaimana akan memberikan kepastian?

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…