Asosiasi Dukung Penindakan Fintech Ilegal

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) mendukung penindakan hukum terhadap aksi perusahaan teknologi finansial (tekfin) berbasis pembiayaan ilegal yang tidak bertanggung jawab dan meresahkan masyarakat. Ketua Harian AFTECH Kuseryansyah dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (13/12), mengungkapkan bahwa pihaknya dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sepakat untuk memiliki sikap tegas agar konsumen terlindungi.

Untuk itu, Kuseryansyah menegaskan bahwa AFTECH akan mencabut keanggotaan perusahaan tekfin dari asosiasi apabila terbukti melakukan praktek-praktek peminjaman online yang tidak bertanggung jawab dan melanggar peraturan. “Semua perusahaan fintech P2P lending yang menjadi anggota AFTECH sudah menandatangani 'Code of Conduct' di akhir Agustus lalu. Kode ini wajib menjadi acuan bagi para perusahaan dalam menjalankan bisnis,” ujarnya.

Sejak secara resmi berdiri pada awal 2016, AFTECH yang menaungi seluruh perusahaan tekfin di Indonesia sudah memiliki 207 anggota, yang terdiri atas 175 perusahaan startup tekfin, 24 institusi keuangan, lima mitra knowledge, dan tiga mitra teknologi. Selain perusahaan tekfin berbasis pembiayaan atau "peer-to-peer lending", tekfin lainnya yang tergabung dalam asosiasi mempunyai latar belakang bisnis lain seperti sistem pembayaran, market provisioning, crowdfunding, financial management, asuransi (insuretech), data&AI dan IT&software.

Untuk program 2019, AFTECH memastikan untuk melanjutkan berbagai agenda maupun kegiatan yang berlandaskan visi organisasi yaitu mendorong inklusi keuangan melalui layanan keuangan digital agar target 75 persen inklusi keuangan yang dicanangkan pemerintah dapat terwujud. Hingga saat ini, jumlah penyelenggara jasa berbasis pembiayaan yang terdaftar maupun mempunyai izin di OJK tercatat hingga Oktober 2018 baru mencapai 78 tekfin dengan jumlah pinjaman tersalurkan kepada masyarakat mencapai Rp15,99 triliun.

Sebelumnya, Satgas waspada investasi meminta masyarakat yang meminjam dari perusahaan teknologi finansial (tekfin) berbasis pembiayaan supaya mampu mengelola utang dengan baik agar bisa mengembalikan pinjaman tepat waktu. “Kelola utang dengan baik dan pinjam sesuai kemampuan bayar," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing.

Tongam mengatakan saat ini banyak masyarakat yang terjerat oleh pinjaman yang diberikan oleh tekfin ilegal dan terjerat dengan penghitungan bunga yang tinggi. Untuk itu, masyarakat harus pintar mengelola pinjaman tersebut dan tidak tergoda untuk mengajukan pembiayaan dengan iming-iming kemudahan pencairan terutama dari tekfin yang tidak mempunyai izin dari OJK. "Kebanyakan masyarakat meminjam untuk hal-hal tidak produktif dan meminjam untuk hal yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan," ujarnya.

Melihat kondisi ini, ia mengingatkan akan lebih baik apabila masyarakat mengajukan pinjaman ke tekfin legal yang terdaftar, apabila membutuhkan dana dalam waktu cepat. OJK juga terus mendorong edukasi kepada masyarakat agar mampu memahami risiko, kewajiban dan biaya saat berinterasi dengan tekfin pembiayaan, supaya terhindar dari hal-hal merugikan. "Masyarakat juga harus meminjam sesuai kemampuan bayar, yang menjadi masalah ada yang meminjam hingga ke 30 'fintech'. Kita akan perbaiki sistem ini," kata Tongam.

Selain itu, koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, salah satunya kepada Google, akan terus dilakukan agar ruang gerak tekfin ilegal makin terbatas. "Kita akan cegah, agar aplikasi itu tidak muncul di 'playstore', tapi bisa saja mereka mengaku bukan 'fintech' tapi berupa 'platform education' atau 'charity'," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Konsumen OJK Agus Fajri mengharapkan masyarakat yang ingin melakukan pengaduan terkait layanan tekfin supaya menyediakan bukti tertulis agar mudah melakukan pemrosesan. "Kalau tidak disertai bukti tidak bisa melakukan klarifikasi, karena proses pengaduan ini membutuhkan versi dari kedua belah pihak," kata Agus.

Terkait keluhan proses penagihan, ia juga meminta kepada layanan tekfin agar menggunakan penagih utang yang bersertifikasi karena hal tersebut telah diatur POJK 77/2016. "Kalau sewa preman jalanan, salah dia, karena kerugian yang disebabkan oleh lembaga menjadi beban lembaga, jadi memilih 'debt collector' tidak bisa sembarangan," ujarnya.

 

BERITA TERKAIT

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial

HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA  Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…

Sektor Keuangan Siap Memitigasi Dampak Konflik Timur Tengah

    NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…

Rupiah Melemah, OJK Diminta Perhatikan Internal Bank

      NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…