KPK: Media Sosial Bisa Digunakan Kampanyekan Antikorupsi

KPK: Media Sosial Bisa Digunakan Kampanyekan Antikorupsi

NERACA

Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan media sosial bisa digunakan untuk mengkampanyekan pencegahan antikorupsi.

"KPK sadar persis bahwa media sosial itu dapat dimanfaatkan untuk tujuan kebajikan. Bisa kita lakukan untuk acara-acara, informasi-informasi yang berhubungan baik dengan penindakan maupun pencegahan antikorupsi," kata Syarif.

Hal tersebut dikatakannya dalam "talkshow" Festival Media Digital Pemerintah "Transparansi Untuk Partisipasi" yang merupakan rangkaian acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Rabu (5/12)."Kalau kita melihat akun twitter KPK itu ada beberapa. Satu yang KPK RI ada juga kanal KPK, setelah yang saya lihat dari KPK RI itu pengikutnya sekitar 2,6 juta. Saya yakin bahwa pengikut twitter KPK itu dalam hatinya pasti antikorupsi. Jadi, 2,6 juta orang itu betul-betul menyatukan hati dan pikiran untuk antikorupsi, Insya Allah negeri ini makin baik," ujar Syarif. 

Sementara itu dalam akun media sosial lainnya, instagram KPK diikuti oleh 329.00 orang."Jadi lumayan banyak, saya berharap bahwa semua pengikut instagram KPK juga dari dalam lubuk hati paling dalam adalah mempunyai sifat antikorupsi," tutur dia.

Selanjutnya, pada akun facebook KPK diikuti oleh 1,3 juta orang."Tetapi sosial media KPK masih kalah dibanding beberapa media sosial kementerian tertentu. Mungkin karena konten KPK itu isinya jarang lucu-lucu, isinya itu selalu bahasanya lebih formal. Oleh karena itu, mungkin kontennya dan cara penyajiannya kami upayakan sesuai selera milenial," ucap Syarif.

KPK juga mengharapkan akun-akun media sosial dari instansi pemerintah juga mengkampanyekan hal-hal antikorupsi."Kami juga berharap konten-konten twitter, instagram, facebook atau media sosial lain khusus dari instansi pemerintah itu bisa juga mengkampanyekan hal-hal antikorupsi. Misalnya, dari Kementerian Kesehatan kalau punya twitter, sekarang antre di rumah sakit tidak perlu lagi bayar-bayar. Kemendagri, misalnya, sekarang urus KTP tidak perlu lagi bayar-bayar," tutur dia.

Ukuran Korupsi Indonesia Dilhat dari IPK 

Kemudian Syarif juga menyatakan ukuran korupsi di Indonesia harus dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK)."Ukuran korupsi beda dengan ukuran penyakit kanker stadium 1, 2, 3, dan 4. Ukuran korupsi itu harus dilihat dari indeks persepsi korupsi kita," kata Syarif.

Namun, Syarif tidak memungkuri bahwa Indonesia masih merupakan negara korup. Akan tetapi, kalau di ASEAN itu, Indonesia sudah melebihi Thailand, Filipina, dan negara lain. Indonesia nomor tiga di ASEAN."Jadi, saya pikir memang korupsi masih banyak. Akan tetapi, apakah itu stadium 3 atau 4. Lebih bagus menggunakan standar yang IPK dari pada memakai standar yang tidak pernah dipakai untuk mengukur tingkat korupsi suatu negara," kata Syarif.

Sebelumnya, Capres Prabowo Subianto mengatakan bahwa korupsi di Indonesia seperti kanker stadium empat. Dalam acara The World in 2019 Gala Dinner yang diselenggarakan oleh Majalah The Economist di Singapura, Selasa (27/11), Prabowo menyebut Indonesia masuk darurat korupsi karena dari pejabat negara, kalangan anggota dewan, menteri, dan hakim tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, isu utama di Indonesia saat ini adalah persoalan korupsi yang sudah menjalar ke semua lapisan pejabat sehingga harus segera diatasi."Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium empat," ujar Prabowo. 

Sementara, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa banyaknya jumlah orang yang dipenjarakan oleh penegak hukum karena kasus korupsi bukan menunjukkan bangsa tersebut antikorupsi.

"Saya kira saudara sepaham dengan saya bahwa keberhasilan gerakan antikorupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjarakan, tetapi diukur dari ketiadaan orang yang menjalankan tindak pidana korupsi," kata Presiden Joko Widodo saat membuka acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018 di Jakarta, Selasa (4/12).

"Kondisi ideal dari sebuah bangsa antikorupsi ketika disaring dengan hukum seketat apa pun tidak ada lagi orang yang bisa ditersangkakan sebagai seorang koruptor. Kondisi idealnya semestinya seperti itu. Sebagai bangsa yang penuh keadaban, saya yakin suatu saat kita akan berhasil membangun masyarakat bangsa nirkorupsi, membangun bangsa yang bebas korupsi," ungkap Presiden. Ant

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…