Krisis Global "Pukul" Kinerja Ekspor - Pemerintah Revisi Pertumbuhan Ekspor Hingga 12%

NERACA

Jakarta - Pemerintah meminta semua kalangan untuk mewaspadai dampak buruk krisis global terhadap pertumbuhan ekspor yang terus melemah sejak Oktober 2011. Dampak krisis global yang membelit perekonomian Uni Eropa dan Amerika Serikat terus melemahkan perdagangan luar negeri Indonesia membuat Kementerian Perdagangan merevisi target pertumbuhan ekspor hingga 12,3%.

“Kita sudah menyadari bahwa 2012 ini ekspor akan menurun. Pertumbuhan dari ekspor 2012 sudah kita koreksi 12,2-12,3%. Tahun lalu, berhasil mencatat pertumbuhan 24%. memang situasi pasar dunia masih belum nenentu, makanya kita harus kerja keras untuk betul-betul buka pasar baru mendiversifikasi produk dan pasar,” ujar Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi pada acara seminar bertema Mengembangkan Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Melalui Program GSP di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jum’at (2/3).

Namun di sisi lain, lanjut Bayu, sekalipun Indonesia berusaha melakukan diversifikasi pasar ke negara-negara lain, tetapi pemerintah tidak akan meninggalkan pasar-pasar utama, seperti Amerika Serikat. "Dengan diversifikasi pasar ini tidak berarti kemudian bisa meninggalkan pasar-pasar utama kita. Paling tidak ada beberapa alasan kenapa kita jangan sampai meninggalkan, dan jangan sampai mengurangi usaha kita untuk membangun bisnis bersama dengan teman-teman di Amerika Serikat," jelasnya.

Dia menyatakan pendekatan dagang Indonesia dengan AS tidak bisa lagi bersifat umum seperti peningkatan nilai dagang. Pendekatan harus sudah spesifik seperti pembicaraan dagang mengenai produk. "Hubungan Indonesia dengan Amerika itu sudah sedemikian matang, sudah sedemikian dekatnya, karena kita bersahabat lama sekali. Oleh sebab itu pendekatannya dengan Amerika tidak bisa lagi secara umum, namun harus lebih spesifik," terangnya.

Lebih Diperinci

Menurut Bayu, pembicaraan dagang antara kedua negara harus masuk ke pembahasan lebih diperinci, yaitu antar kelompok produk dengan kelompok produk. Misalnya, pembicaraan dagang mengenai produk sepatu. "Itu harus dibangun dengan penuh dedikasi, karena harus kita bangun sama-sama. Nggak bisa nanti, kita hanya melihat ingin mendapatkan keuntungan sekian miliar dollar AS. Nggak cukup, kita harus pahami segmen-segmen itu," tambahnya.

Bayu menghimbau kepada pelaku usaha Indonesia juga harus melihat pasar secara khusus, terutama kota yang akan dituju dan harus sudah dipikirkan dari sekarang ini. Terkait ini, menurut dia, pengusaha jangan hanya takjub dengan kota-kota besar untuk tujuan pemasaran produknya. "Jangan terpukau dengan kota-kota yang selama ini sebagai kota yang besar. Seperti kota New York itu persaingannya sangat luar biasa, susah. Tapi kalau kita masuk misalnya ke Delaware atau daerah lain yang mungkin kedengarannya tidak seterkenal kota yang lain, tapi di situlah pasar sebenarnya," ungkapnya.

Bayu menyebutkan, alasan pertama adalah pasar Amerika Serikat masih sangat besar, yang melambat adalah pertumbuhan ekonominya, tapi dari sisi ukuran pasar masih terbilang besar. Kedua, semua ekonomi yang turun akan naik, sehingga jika sekarang ekonominya sedang melemah, dia yakin, ekonomi negara tersebut akan kembali tumbuh. “Ketika ekonomi mereka mulai pulih, Indonesia pun harus siap menyasar negara itu,” lanjutnya.

Ketiga, Indonesia tetap harus menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat. Bahkan kerja sama dua negara harus bisa ditingkatkan. "Amerika tentu bersemangat meningkatkan ekspornya ke Indonesia dan sebaliknya," ujar Bayu.

Oleh sebab itu, dengan adanya program GSP (Generalized System of Preferences) dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan ekspor ke AS. "Indonesia sudah menjadi anggota G20 dan one triliun dollar, tapi kalau masih ada program ini kenapa tidak digunakan," kata Bayu.

Bebas Bea Masuk

Bayu mengungkapkan bahwa produk‐produk ekspor Indonesia tertentu dapat menjadi lebih kompetitif di pasar AS jika memanfaatkan program GSP dari Pemerintah AS. Karena melalui program ini, produk‐produk ekspor kita diberi kemudahan fasilitas bebas bea masuk ke pasar AS.

Program GSP adalah program yang diberikan oleh AS kepada negara berkembang dan negara kurang berkembang (Least Developed Countries – LDCs) untuk membantu negara‐negara tersebut meningkatkan perekonomiannya. Presiden Barrack Obama telah menandatangani perpanjangan program GSP pada Oktober 2011 untuk lebih dari 3,400 jenis produk impor dari 129 negara, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan negara keempat yang paling banyak memanfaatkan program GSP dari Pemerintah AS dengan mengekspor 652 jenis produk melalui skema GSP.

“Sebagai peringkat keempat yang memanfaatkan GSP dari AS, kita sesungguhnya sudah cukup aktif. Namun, kalau dilihat dari 3.400 jenis produk yang ditawarkan AS dan kita baru memanfaatkan sebanyak 652 jenis atau sekitar 20%, maka masih banyak jenis produk yang belum kita manfaatkan fasilitas GSP‐nya,” kata Bayu.

Belum maksimalnya pemanfaatan fasilitas GSP, disebabkan kurangnya pengetahuan para pengusaha Indonesia mengenai manfaat GSP dan prosedur penggunaannya. “Saya sangat mengapresiasi insiatif untuk mensosialisasikan pemanfaatan GSP ini kepada para pengusaha. Ini dapat berdampak sangat positif bagi peningkatan ekspor Indonesia ke AS,” imbuhnya.

Pemanfaatan GSP ini, imbuh Bayu, merupakan strategi yang tepat dalam mempertahankan pertumbuhan ekspor ke AS di tengah krisis yang sedang melanda negara adi daya tersebut.

Dia menekankan bahwa meskipun Indonesia saat ini fokus untuk menembus pasar non-tradisional, namun bukan berarti mengabaikan pasar tradisional seperti AS. “AS tetap merupakan pasar terbesar di dunia, sehingga kita harus mempertahankan atau bahkan meningkatkan ekspor kita ke negara tersebut,” katanya.

Fasilitas GSP

Pada kesempatan yang sama, Atase Perdagangan Indonesia di Washington DC, Ni Made Ayu Marthini mengungkapkan, bahwa total ekspor Indonesia ke AS yang mendapatkan fasilitas GSP mencapai US$1,965 miliar pada tahun 2011 atau 10,3% dari total ekspor Indonesia ke AS tahun 2010.

“Kami berharap dengan adanya dialog bisnis, maka semakin banyak pengusaha atau eksportir Indonesia yang paham sehingga dapat memanfaatkan program GSP dari pemerintah AS. Dan jika pemanfaatan GSP maksimal, kami yakin ekspor Indonesia ke AS dapat meningkat signifikan,” jelasnya.

Direktur Kerja Sama Bilateral Kementerian Perdagangan Sri Nastiti menambahkan bahwa lima jenis produk Indonesia yang paling banyak memanfaatkan fasilitas GSP pada 2011 berdasarkan nilainya antara lain new rubber radial tires senilai US$320,9 juta, aluminium alloy in rectangles US$196,5 juta, plywood sheets US$104,8 juta, rubber gloves US$64,7 juta dan insulated electric conductors US$37,3 juta. “Dengan adanya program ini, importir AS dapat menghemat US$72,5 juta bea masuk produk impor dari Indonesia,” imbuhnya.

Perlu diketahui, Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke‐4 Indonesia. Pada tahun 2011, ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 19,1 miliar atau naik 15,98% dari 2010 yang nilai ekspornya sebesar US$16,4 miliar. Sepuluh produk ekspor terbesar Indonesia ke AS adalah Tekstil dan Produk Tekstil (US$5,215 juta), Karet dan Produk Karet (US$3,570 juta), elektronik (US$1,797 juta), alas kaki (US$769 juta), udang (US$599 juta), furniture (US$567 juta), kopi (US$326 juta), kakao (US$209 juta), komponen kendaraan bermotor (US$57 juta), dan minyak kelapa sawit (US$34 juta).

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…