Gara-Gara Bakrie, Gas Lapangan Kepodang Mundur Terus

 

NERACA

Jakarta - Negosiasi jual-beli gas lapangan Kepodang untuk PLTGU milik PLN di Tambaklorok Semarang yang melibatkan produsen gas, PLN, BP-Migas, BPH-Migas dan grup Bakrie yang dimulai sejak akhir tahun lalu, sampai hari ini belum berhasil mencapai kesepakatan.

Menurut Nur Pamudji, Direktur Energi Primer PT PLN (Persero), pada akhir 2008, PLN dan produsen gas yaitu Petronas Carigali sudah sepakat jumlah gas yang akan diproduksi yaitu 354 bcf, dengan jadwal gas masuk kuartal ke-4 2011, harga di bawah US$5 per mmbtu dengan titik serah di pembangkit Tambaklorok. Pengaliran gas dari sumur ke pembangkit dilakukan oleh Petronas. Kesepakatan tersebut diajukan ke Pemerintah untuk proses persetujuan dari BP-Migas sebelum dituangkan menjadi kontrak jual-beli gas.

"Namun pada 2009 pemegang konsesi pipa-gas Kalimantan Jawa (Kalija) yaitu grup Bakrie mengusulkan agar pengaliran gas dari sumur-gas ke pembangkit PLN dilakukan melalui apa yang disebut dengan Kalija tahap-1, yaitu sepenggal pipa bawah laut antara sumur gas di sebelah utara semenanjung Muria ke pembangkit listrik di Semarang," kata Nur dalam siaran pers yang diterima NERACA di Jakarta, Kamis.

Setelah diskusi yang sangat memakan waktu, proposal ini disetujui Pemerintah pada akhir 2010. Dan PLN dijanjikan bahwa PLN tetap membeli gas di titik serah pembangkit listrik dengan harga yang sudah disepakati dengan Petronas.

Nur Pamudji juga mengungkap, keterlibatan grup Bakrie dalam transaksi antara Petronas dengan PLN menyebabkan mundurnya realisasi penyaluran gas ke PLN, diprediksi menjadi kuartal-4 2014 (mundur 3 tahun dari rencana semula). Selain itu, karena konsesi Petronas di lapangan Kepodang akan berakhir pada 2021, maka jumlah gas yang diproduksi turun menjadi 290 bcf. Dengan demikian PLN memperkirakan bahwa harga gas kemungkinan akan lebih dari US$5 per mmbtu, yang disebabkan oleh berkurangnya volume gas yang ditransaksikan, naiknya biaya pengembangan sumur akibat inflasi, serta munculnya risiko kegagalan pembangunan pipa-gas karena proses ini tidak dikendalikan oleh produsen gas. Supervisi penyelesaian pipa gas pun beralih dari BP-Migas ke BPH-Migas.

Dia menyebut, PLN khawatir bahwa biaya pengaliran gas oleh pemegang konsesi pipa Kalija akan lebih tinggi dibanding kalkulasi biaya yang dibuat oleh produsen gas. Sebab biaya financing pembangunan pipa gas yang tidak terintegrasi dengan sumur gas bisa dipastikan akan lebih mahal daripada kalau pipa tersebut dibangun terintegrasi dengan sumur gas. Akhirnya yang harus menanggung semua kenaikan biaya ini adalah PLN, dan pada gilirannya akan menaikkan subsidi listrik.

Nur menambahkan, PLN berharap bahwa kasus gas Kepodang ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh stake holder kelistrikan. PLN ingin agar Pemerintah menggariskan terjadinya transaksi langsung antara PLN dengan produsen gas, tanpa melibatkan pihak ketiga. Jika BP-Migas ingin agar biaya pembangunan pipa penyalur gas tidak masuk dalam komponen cost recovery, bisa saja biaya tersebut ditanggung oleh PLN dalam bentuk pembayaran angsuran per mmbtu ke produsen gas, tetapi hendaknya pembangunan pipa gas tetap dilakukan oleh produsen gas dalam satu kesatuan kendali manajemen dengan pembangunan sumur gas sehingga biaya financing pipa tersebut bisa minimal.

Saat ini, tegas Nur,  PLN sudah berhasil menyepakati beberapa transaksi baru dengan produsen gas lain, dan menunggu persetujuan Pemerintah. PLN khawatir, ada pihak ketiga yang berusaha mengajukan proposal ke Pemerintah untuk ikut terlibat dalam transaksi-transaksi baru tersebut, dan kasus lapangan Kepodang bisa terulang kembali.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…