Sawit RI Diboikot, SBY Sindir Pemerintah AS

NERACA

Jakarta- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan sindiran pada Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait isu pemboikotan minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunan asal Indonesia sejak 28 Januari 2012 lalu. SBY menilai, dalam asas perdagangan global, sikap penolakan CPO Indonesia merupakan praktik perdagangan tidak fair.

“Saya dengar aksi boikot melarang perkebunan kelapa sawit. Saya rasa itu kurang fair, karena kita hidup dalam peraturan global, harus fair satu sama lain. Melarang sebuah negara untuk berkebun kelapa sawit, di mana produksi kelapa sawit memiliki makna ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat berkembang. Tentu bukan opsi yang baik,” ungkap Presiden SBY di hadapan para dubes di Kementerian Luar Negeri RI, Pejambon, Jakarta, Rabu (15/2).

SBY mengaku setuju jika ke depan Indonesia harus lebih efektif dalam mengontrol dan mengawasi perkebunan kelapa sawit. Menurut Presiden, masalah yang dihadapi dalam produksi CPO Indonesia saat ini tidak lepas dengan masalah keadilan.

“Saya setuju 200% untuk tidak merusak lingkungan. Saya juga menyambut baik dan mengajak kerja sama internasional NGO, maupun lokal. Kami terbuka. Tetapi sekali lagi, setelah melakukan itu semua kami divonis kelapa sawit harmful (berbahaya) dan tidak boleh dipakai untuk pencarian,” tegas SBY.

Selain itu, SBY juga menegaskan komitmennya untuk bekerjasama dengan dunia internasional untuk menyelesaikan masalah ini. Lewat kerjasama itu, diharapkan perkebunan kelapa sawit masih bisa berjalan tanpa memiliki dampak lingkungan yang berarti. "Saya menyampaikan seperti itu karena saya juga sangat committed. Saya ingin betul tidak ada yang aneh-aneh yang lalai yang merusak dari apa yang dilaksanakan oleh dunia perkebunan itu," terangnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, beberapa tahun terakhir produk sawit Indonesia banyak kena kampanya hitam di dunia internasional. Misalnya kasus tuduhan perusakan hutan untuk lahan sawit oleh LSM asing. Bahkan saat ini Indonesia bakal kena hambatan perdagangan soal produk CPO untuk bahan baku biodiesel oleh AS.

AS Membantah

Sebelumnya Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel mengungkapkan, ditolaknya produk sawit Indonesia karena adanya peraturan terkait dengan standar kelayakan minyak sawit, dan itu merupakan wewenang agensi lingkungan AS. Pemerintah AS tegas membantah memproteksi masuknya ekspor minyak sawit mentah ke negaranyanya. AS mengaku perdagangan CPO dengan Indonesia saat ini justru terus meningkat.

Senada dengan Scot Marciel, tase Perdagangan dari Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia Dennis Veboril mengatakan sampai saat ini AS tetap menerima impor CPO dari Indonesia dan Malaysia. "Bahkan peningkatan perdagangan CPO dari Indonesia ke Amerika 2011 meningkat hingga 2,5 kali lipat dari tahun lalu," kata Dennis.

Dennis menjelaskan, memang saat ini ada permasalahan yakni keluarnya hasil NODA EPA (Notice of Data Availability Environmental Protection Agency's) terkait kebijakan pemerintah AS untuk nemurunkan emisi gas rumah kaca. "Dimana untuk Palm oil turunan dari CPO yang digunakan untuk biofeul sebagai energi terbaharukan harus mampu menurunkan emisi hingga 20%. Tapi dari NODA EPA menyebutkan palm oil dari Indonesia hanya mampu menurunkan emisi 19%," ujarnya.

Akan tetapi Dennis menegaskan, hasil EPA masih dalam masa konsultasi publik, jadi belum ada keputusan apapun. Dan ditegaskan Dennis, hasil EPA tersebut hanya untuk CPO untuk bahan baku biodiesel, namun untuk bahan baku makanan dan kosmetik tidak ada masalah. "Selama masa itu, negara manapun silahkan mengajukan berbagai argumen, yang disertai dengan data ilmiah. Argumennya akan disiarkan di website EPA, jadi semuanya transparan, tidak ada yang ditutup-tutupi," urai Dennis.

Permainan Dagang

Sementara di mata Ketua Harian Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) Rosediana Suharto, isu larangan ekspor CPO Indonesia oleh AS dinilai merupakan permainan dagang internasional. "Kondisi seperti ini sebenarnya hanya permainan dagang internasional. Jadi karena masih kemungkinan, kita tenang saja dulu," ujar Rosediana.

Di samping itu, Rosediana menambahkan, pemerintah dinilai sudah menyiapkan ancang-ancang yang terbaik jika keputusan itu ditetapkan. "Semua data dan langkah-langkah sudah kita siapkan, termasuk langkah kita ke WTO kalau memang dirasa perlu, tapi saya rasa tidak karena dengan berdiri menjelaskan semuanya secara ilmiah dan menerangkan posisi indonesia di dunia internasional mengenai efek rumah kaca dan peduli kita terhdap lingkungan, sudah cukup," jelasnya.

Menurut dia, dari segi bisnis sebenarnya kerugian yang akan diterima Indonesia tidaklah banyak jika memang ekspor tersebut dilarang, karena untuk AS impor minyak sawit juga kecil. "Ini kita tidak terburu-buru walaupun sebenarnya tidak berpengaruh banyak terhadap nilai ekspor kita karena impor Amerika itu kecil pada 2011 itu hanya 350 ribu ton. Namun kita juga tidak ingin kehilangan kesempatan apalagi menutup lubang bisnis, karena nantinya akan menurunkan pendapatan kita serta tidak ada perbedaan dengan komoditi lain," tandas Rosediana.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…